Muliani (40 thn) tinggal di Dusun Kampidi, Desa Watiginanda Kecamatan Sampolawa Kabupaten Buton Selatan Sulawesi Tenggara. Dia trauma karena kedua pernikahannya gagal, kedua suaminya menelantarkannya dan tidak memberi nafkah untuk anak-anaknya. Setelah 13 tahun menjanda, belum ada keinginannya untuk menikah lagi. Sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga, selain bertani dia juga berdagang roti dengan modal usaha yang dipinjamnya dari koperasi Pekka. Tinggal di pedesaan membuat wawasannya dan perempuan didesanya sempit, aktifitas mereka hanya sebatas rumah dan kebun.
Saat pelatihan paralegal dia melihat banyak perkembangan yang dialami oleh teman-teman kader lain. Pikirannya terbuka bahwa perempuan pasti bisa. Dari sinilah dia mulai berani bermimpi tentang adanya perubahan. Ia bertekad untuk mewujudkan kebahagiaan bagi anak-anaknya, karena baginya pendidikan adalah hal yang utama. “Tidak seperti Saya yang hanya tamatan SD, Saya ingin anak-anak kuliah untuk kesuksesan mereka. Saya juga ingin membangun rumah sendiri karena saat ini masih menumpang di orang tua,” harapnya.
Awal bergabung dengan Pekka tahun 2005 ia merasa ragu, merasa tidak mampu bersosialisasi dengan banyak orang. Namun karena tekad yang ia tanamkan bahwa ia ingin berubah maka ia mau berkelompok dan belajar bersama anggota Pekka di desanya. Ia tercatat sebagai anggota kelompok Pekka Pohohokolo. Ada hal yang tak terlupakan baginya, suatu saat ada perasaan gelisah saat ada pengajian di kelompok karena dia tidak pandai membaca Alquran. Mengetahui hal tersebut, teman-temannya memberi dorongan agar ia mau belajar. Darisinilah dia mulai termotivasi untuk selalu belajar, hingga setelah 3 tahun belajar akhirnya ia bisa membaca Al-quran. Sungguh pencapaian yang luar biasa karena di usianya yang tak lagi muda.
Dengan berorganisasi pengetahuannya semakin luas dan kapasitasnya terus bertambah. Keinginannya untuk mewujudkan perubahan sosial maupun ekonomi bagi anggota bersama kader yang lain semakin kuat. Ia ingin mengembangkan potensi alam yang ada di wilayahnya. “Saya ingin membuka usaha jual produk olahan jambu mete yang bernilai jual lebih tinggi sehingga meningkatkan ekonomi anggota dan masyarakat. Tentu perlu kerja keras” tuturnya.
Setelah bersekolah di Akademi Paradigta tahun 2016, pikirannya semakin terbuka, ia bersama akademia lain dari Desa Watiginanda berkeinginan membuat kebun sayuran organik di desa. Hal ini telah mendapat respon baik dari desa. “Saya merasa bangga bisa terlibat dalam memajukan desa, membuat kelompok kebun bersama. Bayangkan jika sayuran organik bisa dikonsumsi sendiri, sebagian dijual dan penghasilannya untuk masyarakat desa juga,” tambahnya. “Saya ingin menjadi aparatur desa agar bisa menyuarakan hak-hak dan kepentingan perempuan agar perempuan lebih maju dan berjaya di desa. Saya ingin ada pelatihan bagi perempuan di desa untuk mengembangkan ketrampilan maupun ekonomi kreatif seperti cara pengolahan jambu mete, pelatihan keterampilan komputer bagi perempuan kader desa,” Pungkasnya. Begitu banyak mimpi yang dia ingin capai setelah dia bergabung dengan Pekka. Semoga tercapai.. Amin. Ditulis oleh: Megawali/NSH