MENJADI DIRIKU YANG SEKARANG

MENJADI DIRIKU YANG SEKARANG

Menulis adalah  sebagian hobiku, namun tak lagi berisi curahan hati, kini aku sebagai kader jurnalisme warga Pekka sebagai pemberita kegiatan organisasi, dan untuk kedua kalinya menginjakkan kaki di Gadog Altakarya Bogor bertemu dengan teman-teman Nusantara. Bagiku  tak cukup setangkup mawar untuk mereka yang selalu menawarkan kebersamaan. tak cukup sejuta kata mewakili terima kasih ini. Biarlah hanya ada bisik diantara sepi yang menyampaikan isi hati ketika  jurnalisme warga menghimpun kami. Lalu penat dan lelah terlampaui.

Sayup terdengar suara adzan subuh ditelingaku seakan menegurku, mengajak raga ini segera bangun dari tidurku; sebagai umatNya melaksanakan kewajiban memenuhi perintah Sang Pencipta. Rasa syukur yang begitu tinggi terbersit dalam hatiku karena masih diberikan waktu menghirup udara segar saat fajar menyambut  pagi menanti sang mentari terbit di ufuk timur.

Aku beranjak ke dapur menyiapkan sarapan pagi dan mengurus seorang nenek yang sudah kuanggap sebagai orang tuaku. Sejak kecil aku diasuhnya karena dia sebatang kara tidak mempunyai anak dan keluarga apalagi setelah suaminya meninggal. Kami tinggal bertiga dengan putraku yang masih di bangku sekolah dasar karena suamiku merantau ke Malaysia dan hanya pulang dua kali dalam setahun.

Namaku Sunarti, akrab dipanggil  dengan sebutan Nartik, pemetik kebun cabe untuk menambah ekonomi keluarga adalah keseharian yang kulakukan. Aku juga menyempatkan menanam sayuran di halaman rumah walaupun sedikit tapi bisa mengurangi biaya pengeluaranku. Suamiku mengirim uang hanya saat ada temannya yang pulang, itu pun tidak mampu menutup biaya hidup kami. Saat kekurangan aku harus pinjam ke orangtua atau keluarga lainnya.

Tahun 2008 nenek yang sudah kuanggap sebagai orangtuaku  dipanggil sang Khalik kembali kepangkuanNya, penanda awal awal prahara rumah tanggaku. Saat dia pulang aku mengetahui ada sms perempuan lain di hp suamiku dengan bahasa yang membuatku menimbulkan rasa curiga. Kecurigaanku ternyata benar. Aku  berjuang untuk mendapatkan kejujurannya tentang perempuan itu walau terasa  bodoh sekali saat kuingat kembali karena aku sempat tidak makan sampai 3 hari 3 malam. Beruntung aku tidak jatuh sakit walau sudah kurus pucat mata juga sudah cekung karena tak bisa tidur. Akhirnya dia jujur mengakui dan meminta ijin untuk menikah lagi. Aku terkejut sekali terasa lemas seluruh tubuh ini mendengar keingiannya.

Menangis, meratapi  diri hanya itu mampu lakukan, tiada rasa kasihan timbul dihatinya saat melihatku bersedih. Bahkan saat kutanyakan kenapa tega mempunyai niat seperti itu apa sih kekuranganku karena aku masih mampu menjadi istri yang baik untuknya. Bukan jawaban yang membuat hatiku sejuk malah dia membandingkanku dengan perempuan lain. Anak menjadi alasan utama dia ingin menikah lagi karena aku memang tak bisa memberinya keturunan lagi karena ada penyakit dalam rahimku sehingga besar keinginannya untuk mendapat anak perempuan.

Diriku yang bodoh walau pernah mengecam pendidikan sekolah menengah atas, seperti menjadi perempuan tidak berguna dihadapan suami apalagi ucapannya yang sangat menyakitkan dalam hatiku hingga saat ini , kala kutanyakan kenapa alasan anak menjadi keinginannya untuk menikah lagi, dengan ketus  dia mengatakan bahwa hidupnya sial mendapat istri sepertiku, aku mencoba memberi pembelaan  membandingkan  dengan tetanggaku yang tidak mempunyai anak tetapi bisa ikhlas dan tentram kehidupannya, kembali dengan jawabanya dia mengatakannya ‘dia itu sehat tidak seperti diriku yang punya penyakit.

Belum puas rasa hatiku dengan alasannya walau sakit terasa aku masih memberi perbandingan dengan saudaraku yang punya anak tetapi rahimnya sudah di angkat tetapi suaminya masih setia. Dia tetap seenaknya mengatakan “Halah itukan karena saudaramu pandai cari duit makanya tidak ditinggalkan karena suaminya juga malas kerja. Semakin hancur rasanya hati ini tiada sedikitpun pembelaanya terhadapku yang sudah menikah dengannya selama sepuluh tahun.

Dia tetap kembali merantau walau aku melarangnya, cobalah kerja disini aja agar bisa melupakan perempuan itu, masih bersikukuh dengan keinginanya, terulang lagi kata-katanya ”mati awak kalau kerja disini, kerjaannya berat gaji tidak seberapa mau makan apa nanti. Aku hanya menurut aja tiada apa yang mampu kuperbuat tetap membawa hatiku yang penuh kegalauan tak menentu. Sedih bimbang, suasana rumah tak lagi membuat nyaman tinggal didalamnya. Empat tahun  aku menjalani  hidup seperti ini hanya buku menjadi tempatku mengadu yang selalu setia mendengarkan curahan kesedihanku yang tak pernah marah dengan kekesalanku saat penaku harus mencorat-coret bahkan mengoyaknya.  Pada akhirnya aku lelah mencoba bangkit dari keterpurukan ingin melakukan sesuatu hal positif yang bisa menghibur dan bermanfaat.

Keinginanku untuk bangkit melupakan luka lama mengobati hati dengan mengikuti kegiatan akhirnya terjawab juga. SPKBK (Sistem Pemantauan Kesejahteraan Berbasis Komunitas) pertama kali mempertemukanku dan mengajakku untuk ikut pendataan. Seorang kader pekka yang  tau aku pernah menjadi petugas sensus penduduk tahun 2010. Aku menjadi petugas SPKBK hingga selesai walau belum menjadi anggota Pekka. Saat menjalankan tugas berkumpul dengan faslap dan teman-teman aku lebih semangat dan menjadi perempuan tegar. Mereka mengajakku masuk Pekka tapi sebelumnya sudah merasa tertarik sekali ingin gabung didalamnya.

Bergabung di Pekka mendapat pelatihan visi misi, paralegal, pembukuan, pendataan, menjadi panitia penyelenggara KLIK semakin membuka peluang untukku, walaupun sebagian masyarakat melihatku sering keluar rumah yang selama ini  tidak pernah aku lakukan. Ada juga yang sempat beranggapan aku mulai jadi perempuan tidak bener. Semua itu Sudah menjadi tekad dalam diriku ingin  melangkah membawa kaki ini keluar namun tidak untuk ngegosip ataupun hal yang tidak berarti. Waktu membawa perubahan dalam diriku.

Pekka mengajariku sikap berani, tegar,  tidak cengeng dan tidak melulu berharap kepada laki-laki. Pengalaman dalam berorganisasi seolah menempah diriku menjadi sebuah kekuatan.Dulu yang hanya menangis kini mampu menghadapi masalah dan menyelesaikannya dengan tersenyum. Kegiatan desa mulai mengikut sertakanku menjadi anggota PKK, kelompok tani, dan pengelola kelompok usaha bersama (KUBE Subur Mandiri) yang mengelola air minum kemasan dibawah naungan BUMDES milik Desa Subur.

Perubahan dalam diriku  yang selalu aktif di masyarakat  sering dikirim mengikuti pelatihan, seminar   membuat suamiku sadar bahwa dia memiliki sesuatu yang berharga, yaitu istri dan anaknya. Ternyata menyadarkan seseorang tidak bisa dipaksakan, terbukti  perubahan rasa percaya diri, pengetahuan , kegiatan sosial di masyarakat, yang terjadi pada diriku membuatnya berfikir dan tanpa diminta dia memutuskan untuk berhenti bekerja dari perantauan dan meninggalkan perempuan selingkuhannya, tidak lagi merasa takut bekerja dengan penghasilan kecil.

Kembalinya dia dengan keadaan menjadi terbalik seorang istri yang dulu dia kenal duduk manis dirumah hanya mengurus anak dan rumah tangga, kini dia harus beradaptasi dan memahami bahwa kemampuan pengetahuan istrinya banyak dibutuhkan masyarakat dan organisasi. Awalnya juga susah memberi pengertian menurut anggapannya  sering pergi-pergi itu adalah alasan, hanya ingin bersenang-senang aja. Tapi aku berhasil memberikan penjelasan dan dia mengerti dengan kegiatan positif  yang kugeluti sekarang, selain menjadi pintar aku juga bisa dapat duit walau tidak lagi bekerja dikebun cabe seperti dulu.

Sunarti, kader Pekka Asahan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *