Pengalamanku Melakukan Pemantauan Dispensasi Anak & Hak Pasca Perceraian

Pengalamanku Melakukan Pemantauan Dispensasi Anak & Hak Pasca Perceraian

Pekalongan nama kotaku. Salah satu kota batik terbesar di Indonesia ini menjadi sorotan media karena banjir yang terjadi di beberapa tahun terakhir. Pun awal tahun ini 2021 ini; hujan lebat yang terjadi hampir setiap hari, menyebabkan banjir hingga menggenangi pemukiman di beberapa kelurahan. Kondisi ini sangat mengganggu, jalan yang sebelumnya berlubang kian rusak akibat genangan air yang begitu lama.

Saat itu (15/2/2021), merupakan hari pertama kantor pemerintah dan layanan publik dibuka setelah diliburkan selama tiga hari akibat banjir.  Bersama tim pendata,  aku memulai menjalankan tugasku sebagai enumerator. Meski cuaca tak bersahabat, kumulai hari dengan penuh semangat. Kami melangkah menuju Kantor Pengadilan Agama di Jalan Dr Sutomo nomor 190, Kalibaros, Kecamatan Pekalongan Timur-51121 untuk menyampaikan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian. Kuserahkan surat rekomendasi penelitian dari Kesbangpol, kerangka acuan kegiatan dan juga surat tugas sebagai kelengkapan administrasi  ke Petugas Pelayanan Pengadilan.  Tak lupa kuberikan nomor telepon untuk dihubungi ketika telah tersedia waktu wawancara. Hal serupa kami lakukan  di kantor pengadilan negeri di Jalan Cendrawasih No. 2, Padukuhan Kraton, Kecamatan Pekalongan Utara, 51149.

Pada 17/02/2021, wawancara hakim dan wakil pengadilan berjalan dengan lancar. Pertanyaan wawancara adalah seputar implementasi Undang-undang Nomor 16 dan PERMA Nomor 5 Tahun 2019 (dispensasi kawin) serta pemenuhan hak perempuan dan anak pasca perceraian. Namun salinan putusan dispensasi kawin dan gugat cerai belum didapat hari itu juga. Kami baru mendapatkan salinan putusan dispensasi kawin pada kunjungan ke-4. Bahagia rasanya saat lima bendel salinan perkara dispensasi sebelum diterbitkannya UU Nomor 16 Tahun 2019 dan lima bendel salinan perkara dispensasi pasca diterbitkannya UU Nomor 16 Tahun 2019 serta rekap putusan perkara di pengadilan agama telah ditangan. Sedangkan 2 bendel data putusan perceraian baru kami pada kunjungan ke-5.

Mewawancarai hakim adalah hal baru bagiku. Tak terbayangkan, dulu jika mendengar kata pengadilan saja rasanya sangat menyeramkan. Namun setelah bergabung dengan Pekka, aku punya banyak kesempatan bertemu dengan orang banyak termasuk pejabat pemerintah sehingga secara perlahan rasa khawatir dan takut itu mulai berkurang.

Dari proses wawancara aku jadi memahami perbedaan antara pengadilan negeri dan pengadilan agama; diantaranya jika di pengadilan agama persidangan gugat cerai, hak gono gini dan hak asuh anak bisa dilakukan secara bersama atau terpisah; Sedangkan di pengadilan negeri, persidangan perceraian  dan persidangan hak gono gini dilakukan terpisah sendiri; tidak ada hak asuh anak karena suami dan istri berhak dan berkewajiban mengasuh anak.

Kami juga berkesempatan mendengarkan pengalaman hakim saat bertugas di daerah. Beliau bercerita jika ada yang melaksanakan pernikahan tidak perlu ke KUA, cukup dengan bapak lebe saja; Yang akan mendaftarkan ke KUA adalah lebenya sehingga terjadi pasangan suami-istri tidak punya buku nikah. “Bisa kemungkinan karena sudah sering menanyakan ke bapak lebenya dan minta buku nikah selalu dijawab masih diproses, sehingga pasutri itu akhirnya mengabaikan. Ketika diperlukan buku nikah tersebut maka harus berhubungan dengan pengadilan”, jelas bapak hakim. 

Berat tugas yang diemban oleh hakim ketika memutuskan suatu perkara. Seringkali masyarakat pro dan kontra, ada yang membenarkan, ada yang menyalahkan. Butuh kecermatan, pijakannya harus tepat.  “Ibarat sepak bola, saya adalah penjaga gawang”, kata pak hakim. Sungguh mulia hakim yang jujur.

Selasa, 2 Maret 2021 aku melanjutkan tugasku yaitu melakukan menemui narasumber berdasarkan data dari pengadilan yang sudah kudapatkan sebelumnya. Narasumber yang kucari tidak dapat kutemui karena ternyata sudah pindah alamat. Berbekal informasi dari tetangga akhirnya aku dapat menemui perempuan itu pada keesokan harinya. Demikian pun saat mencari narasumber kedua dan ketiga, ada saja tantangannya. Rumah narasumber kedua kosong. Setelah kutelusur ternyata  narasumber tengah berada di rumah ibunya untuk merawat ibunya yang sedang sakit. Pun setelah berhasil ditemui, ternyata belum ada putusan pengadilan terkait perceraiannya sehingga aku harus mencari lagi  narasumber lainnya. Hingga 10 Maret 2021, aku mendapatkan narasumber berikutnya yang dapat kuwawancara.

Mendata adalah tugas mulia. Data yang akurat akan dapat memberikan perubahan yang besar dalam kehidupan. Mendapatkan data bukan suatu yang mudah, perlu ketelitian, kesabaran dan keikhlasan. Butuh berkali-kali kunjungan untuk menyesuaikan ketersediaan waktu narasumber yang akan diwawancara. Yayasan PEKKA memang luar biasa, seperti pencetusnya yang gigih dan bersemangat memotivasi perempuan untuk lebih mandiri agar lebih sejahtera dan bermartabat.

Kontributor: Mustafidah, Kader Pekka Kota Pekalongan

Editor: Nunik Sri Harini

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *