Perlunya Suatu Keberanian

Perlunya Suatu Keberanian

Kicauan burung yang bersahut-sahutan suasana menjadi ramai dan menambah semangat untuk melakukan aktivitas, itulah yang aku rasakan disaat meliput berita tentang pemecahan surat untuk persyaratan bedah rumah kak Rita.

Kak Rita Wati Sirait Ketua Serikat Kota Tanjungbalai yang berusia 47 tahun, yang tinggal di Sei. Berantas Sumber Sari Sei. Tualang Raso, Sumatera Utara yang dikaruniai 3 orang anak 1 orang perempuan dan 2 orang laki-laki dan ke-3 nya masih dalam jenjang pendidikan. Kegiatan sehari-harinya berjualan gorengan dan miso di depan rumahnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Dari bersuami sampai menjadi janda kak Rita menempati rumah warisan dari orang tua nya, tetapi suratnya masih atas nama orang tuanya. Siang itu tepatnya 07 Januari 2018 mendatangi kantor lurah di kelurahan sumber sari tetapi ibu lurah tidak ada di tempat dan bertemu dengan staf lurah, lalu kak Rita menyampaikan tujuannya untuk memecah surat dan mengganti nama sebab kak Rita mempunyai 2 orang abang. Alangkah terkejutnya kak Rita mendengar besar dana yang harus diadakan dan dibayar sebesar Rp 2.555.000 sementara kak Rita dan abangnya tidak sanggup.

Namun kak Rita tidak semudah itu putus asa dan menyerah dengan semangat dan penuh keyakinan kak Rita menemui penasehat Pekka kota Tanjungbalai ibu Hj. Nensyi Ariani Sirait S.E DPRD kota Tanjungbalai komisi C divisi pendidikan, langsung menceritakan semua yang dibilang oleh staf lurah tanpa berkomentar dan buang-buang waktu langsung buk Ines menelpon lurah dan ingin menanyakan kenapa dananya besar sekali dan tolong disiapkan dengan segera pengukuran dan pemecahan surat supaya Rita Wati Sirait bisa memenuhi syarat bedah rumah karena masyarakat seperti inilah yang sangat sangat perlu dibantu bukan dipersulit.

Dengan pertolongan ibu Hj. Nensyi Ariani Sirait S.E akhirnya kak Rita telah mendapatkan surat rumah yang telah dipecah menjadi 3 surat dengan nama masing-masing. Walaupun tidak dikenakan biaya dengan kemurahan hati kak Rita memberikan uang kepada kepling beserta stafnya Rp 300.000 untuk pengukuran 3 rumah kemudian cerita ini aku upload ke Facebook JWP , tetapi alangkah terkejutnya aku ternyata ceritaku ada yang komplin, mulanya aku biasa saja menanggapinya dan menjawab setiap dia bertanya. Bapak itu bertanya kepadaku, katanya : “kok ibu bisa tahu cerita ini bahkan sampai ke DPRD kota Tanjungbalai sehingga buk lurah habis-habisan dimarahi dan nyaris dimuntasikan atau dinonaktifkan dan yang lebih parahnya lagi aku dibilang bapak itu merekayasa cerita dari yang tak ada bisa menjadi ada”.

Kemudian aku disuruh minta maaf dan harus bilang kalau ceritaku itu bohong, kalau tidak aku lakukan keluargaku dan aku terancam. Pada saat itu aku bingung bahkan ketakutan karena aku merasa tidak mempunyai musuh kemudian aku bercerita dengan suamiku tentang yang aku alami dan aku berpesan jangan diangkat nomor yang tidak dikenal takutnya bapak itu lagi. Alangkah senangnya perasaan dan hatiku atas jawaban dari suami, katanya kalau itu benar kenapa harus takut dan jangan mundur, aku di belakangmu dan tetap mendukungmu, apapun akan kulakukan untuk membelamu kalau ceritamu benar tanpa rekayasa harus berani jangan kasi point kepada siapapun kalau dia dijalur yang salah.

Aku pun langsung menelpon buk Nila dan menceritakannya, buk Nila juga mendukung dan memberikan semangat kepadaku jangan takut kami selalu mendukungmu akhirnya aku lebih berani dan semangat lagi untuk mengangkat hp dan berharap bapak itu akan nelpon lagi ternyata ditunggu-tunggu bapak itu tidak ada nelpon.

Ternyata diselidiki rupanya yang nelpon aku adalah bapak kepling kak Rita dan kalau bertemu denganku dia diam dan tertunduk malu, rupanya bapak kepling itu mengambil inisiatif menyuruh aku minta maaf dan mengklarifikasi kalau ceritaku itu adalah salah dengan tujuan akan disayang buk lurah bak kato orang Tanjungbalai, ondak mencari muko dan namo tapi dia mungkin lupa kalau cari nama itu di kuburan. (Siti R)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *