Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan tantangan besar, yakni pandemi Covid-19. Pandemi ini memberikan dampak negatif di berbagai bidang, seperti di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Begitu juga dengan yang dirasakan oleh ibu-ibu Pekka, khususnya ibu-ibu Pekka di Desa Tonralipue, Kecamatan Tana Sitolo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan yang mempunyai usaha pembuatan tusuk sate, penghasilannya menurun drastis.
Saya, Darniati, perempuan kepala keluarga (Pekka) yang mencari nafkah bagi keluarga, sekaligus ibu yang harus mengasuh dan mendampingi anak belajar daring (online) juga merasakan dampak negatif di tengah pandemi Covid-19. Membuat tusuk sate adalah mata pencaharian saya sehari-hari untuk menopang ekonomi keluarga. Di masa pandemi ini, saya mengalami kendala dalam penyaluran tusuk sate yang saya buat, pemasarannya menurun drastis, bahkan harganya pun ikut menurun. Dulu, harganya mencapai Rp3.000,-/ikat, sekarang menjadi Rp2.500,-/ikat. Sedangkan harga bambu naik, yang dulunya hanya Rp40.000 per karung, sekarang naik menjadi Rp50.000,- per karung, di mana per karungnya hanya dapat menghasilkan 50 ikat. Satu karung bambu membutuhkan waktu 10 hari pengerjaan. Jadi, saya hanya dapat mengerjakan 5 ikat per harinya, di mana satu ikat berisikan 350 biji tusuk sate.
Keberadaan Serikat Pekka di Desa Tonralipue memberikan dampak yang besar dalam membangkitkan pemberdayaan Pekka, sehingga Pekka tidak hanya berdiam diri di rumah, tetapi juga diberikan peluang untuk bekerja dan berkarya. Pekka di Desa Tonralipue juga memberikan motivasi kepada perempuan untuk berwirausaha membuat tusuk sate. Usaha tusuk sate dijalankan agar dapat mengatasi permasalahan ekonomi yang dialami. Semoga pendemi Covid-19 segera berakhir, sehingga perekonomian di Indonesia perlahan-lahan akan kembali stabil seperti sediakala.
Penulis: Darniati, Kader JWP Wajo
Editor: Capella Latief