Dialah Keumalawati, sang pengubah huruf-huruf kabur, juga pola pikir menjadi lebih jelas. Saya mengenal Pekka dan menjadi anggota Pekka tahun 2015, dikenalkan oleh Bu Susiah yang sudah lama bergabung lebih dulu. Saya dari keluarga sederhana , usia sudah tidak muda lagi, mempunyai anak 4 orang putra, suami 1 orang hingga sekarang. Pendidikan saya hanya SLTP, pekerjaan selain ibu rumah tangga juga sebagai Kader KB di kampung dan Kader Pekka.
Saya dahulu orangnya pendiam dan tidak akan ramah kalau tidak kenal serta tidak percaya diri (PD) namun rajin mengikuti kegiatan seperti rapat, pelatihan atau sejenisnya dari KB atau pun dari Pekka, dengan berjalannya waktu jadi terbiasa. Tahun 2016 Pekka Dharmasraya kedatangan Faslap dari Aceh bernama Keumalawati. Dharmasraya kala itu masih bergabung dengan Pekka Sijunjung dan mulai berdiri sendiri. Saat itu ketua Serikat Pekka Dharmasraya Dewita.
Kalau di kelompok saya ditunjuk sebagai Sekretaris. Pada tahun 2017, saya terpilih mengikuti pelatihan Jurnalis warga Pekka (JWP) di Pusdiklat Altakarya, Bogor bersama teman dari Sijunjung, hingga saat ini sudah resmi menjadi kader JWP Dharmasraya. Sebenarnya sudah banyak Faslap ke Dharmasraya seperti Bu Ida, Mbak Nunik, Mas Adi, sekarang Kak Fazriah tapi Kak Mala, begitulah saya memanggilnya, walaupun usia jauh di bawah saya tetapi kita harus menghormati, apalagi yang telah mengajarkan kita.
Kak Mala mengajarkan kami ibu-ibu yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga biasa yang masih takut, malu juga grogi menghadapi orang baru termasuk saya sendiri, mulai dari perkenalan nama, alamat, usia, pekerjaan itu selalu yang harus kami lakukan setiap pertemuan atau rapat, kaki menggigil , badan keluar keringat dingin padahal ruangan pakai AC, tetapi saya dan teman lainnya beranikan diri, hingga lama-lama mulai terbiasa, karena di Serikat saya ditunjuk sebagai JWP, makanya saya diajarkan Kak Mala bagaimana cara menulis dan memainkan tombol tombol HP. Dengan sabar dan semangat selalu menyemangati saya dan berkata, “Kalau buat cerita Bu Nia harus memakai 5W+1H ya? Cerita berdasarkan fakta walaupun boleh ditambahi bumbu bumbu penyedap. Saya pun mulai buat cerita pertemuan kelompok atau pertemuan serikat, mulai dengan menyusun bait demi bait merangkai kata di buku anak yang sudah tidak terpakai lagi, tulisan itu sebenarnya hanya 1 lembar, karena banyak sekali coretan menjadi 3 lembar dan waktunya pun sangat lama, setelah saya anggap selesai, saya pun mengirim cerita saya lewat Japri Kak Mala.
Hati berdebar-debar menunggu jawaban, tidak lama KK Mala pun memberikan jawaban, “Cerita Bu Nia sudah mulai terarah dan mulai lancar cuma tanda baca itu harus ada, jangan koma selalu atau titik selalu, nanti orang membacanya tidak mengerti, nama orang harus huruf besar, nama tempat, pokoknya semua di awali huruf besar dan lainnya.” Pokoknya kepala saya terasa pusing dan pecah menerima semua wejangan yang tidak saya mengerti, kadang ada sedikit dongkol, tetapi saya tetap dengan sabar menerima masukan dari Kak Mala, saya harus belajar, belajar dan belajar.
Saya tidak bisa melupakan kala itu membuat cerita tentang seseorang, tetap dengan buku bekas mulai menulis di buku tetapi sudah mulai lancar dengan point penting dan nanti akan dikembangkan sendiri, tetap dengan 5W+1H, dengan PDnya saya pun mengirim ke WA pribadi Kak Mala, karena sebelum dishare harus diperiksa ulang, dengan sabarnya Kak Mala pun membalas cerita saya “Bu Nia sudah mulai lancar dan bagus menulis cuma perlu perhatian titik komanya, koma jangan terlalu deket banget, mainkan spasinya, tuh titiknya di mana ? Kalau memulai kata hurufnya di liat.” pokoknya Kak Mala orang sangat teliti , meleset titik saya atau koma langsung tukar, edit ya, begitulah kak Mala atau lebih suka saya memanggil nya Cik Gu, mengapa ? Ya karena Kak Mala orang pertama yang telah mengajarkan saya, membuka mata dan pola pikir menjadi lebih terbuka, bagi orang lain mungkin Kak Mala biasa saja tapi bagi saya yang telah merasakan sepak terjangnya “Luar biasa” walaupun mungkin dalam hatinya dongkol hahahahaha, tapi kak Mala orang baik sedarhana dan kuat pendirian. Walaupun 2 tahun sudah berlalu dan sudah tidak menjadi Faslap Dharmasraya karena sekarang ada kak Fazriah, saya selalu mengingat kata-kata nya dan tidak akan lupa, apalagi kalau sedang buat cerita ‘awas Bu Nia tuh titiknya’.
Akhir tahun 2018 kak Mala pergi kembali ke Aceh dan menjadi Faslap di sana, walaupun sudah tidak menjadi Faslap Sumbar /Dharmasraya dan saya ini muridnya tapi tidak dianggap murid oleh Kak Mala karena bila ada waktu luang kami main dan makan bersama tanpa melihat tempat. Itulah cik Gu qu, hanya saya berpesan, tetaplah menjadi Faslap yang tegas dan semangat, sampai saat ini pun tulisan saya juga belum sempurna bagus atau baik, tapi saya akan tetap belajar lagi sampai mahir menulis. (Nia)