Setelah melakukan komunikasi melalui whatsapp dengan bapak kades Jenggala sehari sebelum melakukan wawancara, hari ini 18 Juni 2020 saya Nurul Hotimah (34) selaku Enumerator PEKKA mendatangi kantor desa Jenggala yang beralamatkan di desa Jenggala kecamatan Tanjung kabupaten Lombok Utara NTB, pak kades menyuruh saya datang pada pukul 8.00, saya tiba disana pukul 07.55 ternyata saat saya tiba bapak kades sudah berada di tempat, dengan ramah dan santun, beliau menyapa dan mempersilahkan saya menuju kedalam ruangan kerja beliau.
Sebelum melakukan wawancara bapak kades sempat mengatakan beliau sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh PEKKA, beliau sangat senang karena pekka perduli dan mau ikut membantu pemerintah untuk mengawal sekaligus memantau program bansos ini. Tak lama setelah menyampaikan pujiannya kami mulai melakukan wawancara terkait dengan pemantauan yang sudah saya lakukan, dimulai dari gambaran umum dampak pandemi covid-19 bagi desa yang saat ini berdampak pada warganya sejak bulan Maret 2020 lalu, dampak tersebut mempengaruhi ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial, keamanan dan pembangunan. Sementara jumlah keluarga miskin yang sebelumnya 1049KK menjadi 1800KK sejak terjadinya pandemi covid-19 ini. Banyak warga yang tidak miskin kehilangan pekerjaan, karena kebanyakan warga bekerja di bidang pariwisata dan industri yang dirumahkan. Pak kades juga memberikan informasi bahwa didesa Jenggala ada kepala rumah tangga yang menjadi kepala keluarga namun tidak ada data didesa yang menyebutkan berapa jumlahnya. Sejak pandemi ini juga ada TKW yang kembali ke desa ini tetapi belum didata berapa jumlahnya.
Pemerintah desa secara khusus melakukan pemantauan dipolindes seperti melakukan pemantauan terhadap ibu hamil, penyakit reproduksi dan imunisasi dan juga tetap melakukan penyemprotan di tempat posyandu. Saat ini pelayanan posyandu dan polindes menurun karena area tempat pelayanan ditutup sehingga para kader tidak bisa bekerja. Kemudian desa juga ikut memantau sistem pembelajaran jarak jauh khususnya bagi anak keluarga miskin.
Mengenai penggunaan dana desa untuk BLT-DD total dana yang dialokasikan oleh desa Jenggala sebesar 873.000.000, dana tersebut untuk bantuan langsung tunai (BLT) bagi warga desa yang terdampak dengan total 1.8 juta/KK, diberikan secara bertahap selama 3 bulan dengan total nilai yang diberikan 600.000 rupiah setiap bulan/KK. Bantuan tersebut tidak diberikan kepada semua masyarakat, karena masyarakat yang berhak menerima sudah ada ketentuan atau kriteria penerimanya. Dari seluruh penerima bansos tersebut ada 568 KK yang belum terkaper mendapatkan dana tersebut padahal KK tersebut merupakan masyarakat yang layak mendapatkan bantuan.
Pemerintah menggunakan data BDT/DTKS, data desa, data RT, dan data khusus respon BLT-DD untuk menjadi acuan pendataan calon penerima BLT-DD, dengan membentuk relawan atau satgas covid-19 sebagai pendata yang terdiri dari 13 perempuan dan 24 laki-laki yang sudah dilatih. Pada saat pendataan relawan tersebut mengalami masalah dan hambatan. Masalah yang ditemukan warga yang meninggal masih terdata, tidak miskin terdata sementara yang benar miskin tidak terdata, ada data di 1 KK. Hambatannya yang pertama terkendala oleh waktu dan tidak adanya operasional.
Setelah melalui proses yang panjang penetapan penerima BLT-DD disepakati melalui musyawarah desa khusus yang dihadiri oleh aparat desa, wakil kecamatan, karang taruna, tokoh masyarakat, tokoh agama pendamping desa, RT, kadus dan relawan, sedangkan perempuan miskin tidak diundang dalam musdes alasannya karena desa menerapkan sistem protokol kesehatan yang tidak boleh mengundang banyak orang kata beliau. Â Desa menyebarkan informasi tentang kriteria dan daftar calon penerima BLT-DD melalui papan informasi Dibalai desa, melalui aparat desa/RT, melalui anggota satgas Covid-19, posko pengaduan BLT-DD, dari mulut ke mulut dan papan informasi ditempat yang strategis.
Pada saat penyaluran dana BLT-DD tersebut sempat mendapatkan protes dari masyarakat yang ingin memprovokasi masyarakat yang lain agar ikut dalam demo kepada pemdes padahal orang yang menjadi provokator tersebut merupakan orang kaya yang tidak layak mendapatkan bantuan. Itulah sedikit gambaran wawancara saya dengan bapak kepala desa Jenggala. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10.15 kami mengakhiri pertemuan.setelah itu kami bersama-sama pergi melayat ke warga Dusun Tanaksong Lauk yang meninggal. Demikian cerita dari saya semoga bermanfaat.
Penulis: Nurul Hotimah, kader Pekka KLU