Desa Watuagung adalah salah satu desa paling ujung dan cukup terpencil di Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Oleh karena itu, mereka banyak menghabiskan waktu mereka di sawah atau kebun. Desa Watuagung termasuk penghasil cengkeh di Kecamatan Dongko. Untuk mencapai desa tersebut, kita harus melewati jalan yang ekstrem dengan tanjakan dan turunan curam, ditambah kondisi jalan yang rusak parah.Â
Hari ini, 14 Maret 2022, cuaca di Trenggalek agak mendung. Saya, Susan bersama Endra Susilowati, Siti Asropah, dan Titin Handayani, Ketua Serikat Pekka Trenggalek berangkat menuju Balai Desa Watuagung. Kami berangkat dari Kecamatan Dongko pukul 08.30 WIB dan sampai di sana sekitar pukul 10.00 WIB. Sepanjang perjalanan kami berdoa karena jalan yang kami lalui sangat ekstrem, perlu nyali yang besar untuk mencapai desa tersebut. Ketika di perjalanan, kami sempat salah jalur karena kami lupa jalan dan sudah cukup lama kami tidak berkunjung ke Desa Watuagung. Kami bertanya pada salah satu penduduk desa yang kami temui di jalan dan ia malah mengantarkan kami menuju ke balai desa.Â
Sebenarnya ini bukan kali pertama komunitas Pekka Trenggalek melakukan advokasi ke Desa Watuagung, mungkin ini sudah keempat kalinya. Dalam hati kami berdoa semoga advokasi hari ini membawa hasil yang kami harapkan. Sesampainya di Balai Desa Watuagung, kami disambut langsung oleh bapak Kepala Desa (Kades), beliau menyambut kami dengan hangat. Sebelumnya kami memang sudah izin untuk datang dan pihak desa memberi izin. Banyak yang mengatakan kepada kami bahwa Kades Watuagung arogan, tetapi setelah berjumpa langsung dengan orangnya, kami justru merasa sebaliknya.Â
Setelah sedikit berbasa-basi, Ibu Titin mulai membuka pembicaraan dengan menyampaikan maksud dan tujuan kami datang ke sini. Awalnya, Kades Watuagung terkesan tidak welcome dengan kami. Bahkan beliau juga menyebutkan bahwa penduduk di desanya banyak yang sudah memiliki kegiatan dan usaha. Setelah kami menceritakan lebih lanjut tentang Pekka dan program-programnya, yang ingin mengajak para perempuan, terutama perempuan kepala keluarga untuk lebih mandiri, beliau terlihat mulai menerima kehadiran kami.Â
Tak berhenti sampai di situ, beliau juga bertanya terkait pendanaan, karena kami saat itu meminta izin untuk malakukan kegiatan diskusi kampung (diskam) sekaligus pembentukan kelompok Pekka di Desa Watuagung. Kami jelaskan kepada bapak Kades kalau untuk kegiatan diskam, komunitas Pekka akan menyediakan konsumsinya, sehingga pihak desa cukup menyediakan tempatnya saja. Setelah mendengar itu, bapak Kades langsung menyatakan kesanggupanya dan komunitas Pekka bisa mengadakan diskam di desanya.Â
Bahkan beliau juga menyatakan kesanggupannya untuk mengumpulkan penduduk yang masih dalam usia produktif untuk direkrut menjadi anggota Pekka. Beliau juga menanyakan berapa kelompok yang akan dibentuk di Desa Watuagung dan berapa orang di tiap kelompoknya. Kami menjelaskan bahwa kami berencana membentuk satu kelompok di tiap dukuh. Ternyata, di Desa Watuagung hanya terdapat dua dukuh. Kami dan bapak Kades pun menyepakati bahwa kami akan membentuk dua kelompok di dua dukuh dengan masing-masing kelompok beranggotakan sepuluh orang.Â
Meskipun bapak Kades sudah sepakat untuk melaksanakan diskam dan pembentukan kelompok Pekka, beliau tetap meminta waktu kepada kami agar beliau bisa bermusyawarah terlebih dahulu dengan para perangkat desa guna menentukan waktu yang tepat untuk pelaksanaan diskam. Terkait waktu pelaksanaannya, bapak Kades akan menginfokannya kepada kami.Â
Setelah semua urusan beres, kami menyempatkan untuk foto bersama terlebih dahulu dengan bapak Kades untuk kami laporkan ke Serikat Pekka Trenggalek bahwasanya kami telah melakukan advokasi ke Desa Watuagung. Kami kemudian berpamitan pulang karena hari sudah semakin sore. Alhamdulillah advokasi hari ini berjalan sesuai rencana setelah sekian lama tidak berhasil. Mudah-mudahan ini menjadi awal yang baik untuk berdirinya kelompok Pekka di Desa Watuagung.Â
Â
Penulis: Susan Priatin, Kader Pekka TrenggalekÂ