Kami memulai kelas hari pertama dalam sebuah bangunan dari kayu dengan tiang-tiang dan ruang kosong di bawahnya seperti panggung. Bangunan ini biasa dipakai oleh ina-ina Pekka untuk melakukan berbagai kegiatan baik rapat pengurus, pelatihan-pelatihan serta sebagai ruang sekolah Akademi Paradigta.
Acara dimulai dengan berkenalan dan berdoa. Aku selalu terkesan dengan cara mereka berdo’a meski diantara mereka berbeda latar belakang agama namun mereka biasa bergantian memimpin do’a. Aku selalu merindukan kedamaian seperti ini. Setelah semua berkenalan, kami dibagi menjadi 2 kelas, kelas Serikat dan Kelas Koperasi.
Satu lagi tantangan dalam mengajak pengurus koperasi dalam membuat laporan keuangan yang seringkali mereka takuti. Menyusun Neraca dan Rugi Laba. Aku mengesampingkan teori-teori dan siklus akuntansi yang sering diajarkan di bangku kuliah. Aku harus menggunakan metode lain yang mudah mereka pahami.
Aku mencoba membalik metode memahami pembuatan laporan keuangan tidak dengan memberi contoh transaksi dan bagaimana membuat laporan keuangan. Tetapi dimulai dengan memahami Neraca sebagai laporan keuangan. Mengajak mereka memahami neraca, apa arti dari setiap kata dalam neraca tersebut dan mencoba menarik ke dalam keseharian mereka. Misalnya, Ketika membahas Kolom Aktiva di sebelah kiri neraca, mengajak mereka memahami bahwa aktiva itu adalah kekayaan/harta yang mereka miliki. Harta kekayaan itu ada dalam bentuk apa saja. Sedangkan di kolom sebelah kanan yang disebut pasiva adalah dari mana harta kekayaan itu diperoleh. Dengan cara ini mereka mulai paham bagaimana membaca laporan keuangan (neraca).
Ada hal menarik di sessi penjelasan neraca ini, aku mencoba memberi pengertian kepada mereka bahwa susunan dalam neraca itu ada artinya, misalnya mengapa kas ditulis paling atas, kemudian bank di bawahnya dan seterusnya. Susunan ini dibuat berdasarkan tingkat perputaran yang berbeda, misalnya kas ditulis di paling atas karena kas itu selalu berubah setiap saat, jika ada penyetoran dan penarikan. “Oh berarti itu namanya Aktiva Oleng”, Kamsina nyeletuk dan membuat semua orang tertawa. “Iya karena sering berubah-ubah makanya Oleng”, ujarnya menambahkan membuat suasana semakin riuh.
Setelah itu, mereka diajak untuk mencari sumber-sumber data yang masuk dalam laporan keuangan/nereca tersebut. Aku hanya mengulang-ngulang satu pertanyaan, “dari mana angka ini didapat?”. Misalnya di neraca tertulis Kas Rp. 2.500.000,-, dari mana angka itu didapat? Mereka menjawab “dari buku kas”, atau di neraca tertulis piutang anggota Rp. 25.000.000,- dari mana angka itu didapat? “dari buku rekap pinjaman”, begitu seterusnya.
Dengan cara ini, pengurus koperasi paham dari mana sumber pembuatan neraca itu, dan ternyata tidak sesulit yang mereka bayangkan selama ini. Tidak diperlukan jurnal, buku besar dan buku-buku standar dalam penyusunan laporan keuangan. Cukup dengan membuka buku-buku yang biasa mereka pakai. Beruntung di NTT semua pencatatan lengkap, hingga ke rekap simpan pinjam, tercatat rapi. Hanya saja mereka tidak paham bagaimana menyusun laporan keuangan (neraca dan rugi laba itu). Selama ini mereka mengandalkan faslap untuk membuat laporan itu.
Biasanya, setelah mereka merekap simpan pinjam dalam buku, diserahkan ke faslap untuk dientri di laptop dan laporan keuangan akan mereka terima dari faslap. “Jadi kami tunggu di akhir tahun baru kami susun itu neraca”, ucap Ina Sili menjelaskan. “Jadi kami bisa berhari-hari tidak tidur, setengah mati ini”, katanya menambahkan.
Selanjutanya aku meminta mereka membuat laporan keuangan yang tertunda sejak bulan Januari 2019, berdasarkan laporan terakhir yang mereka miliki yaitu laporan per Desember 2018.
Hanya butuh waktu 2 jam mereka mampu menyusun laporan keuangan sendiri untuk periode Januari 2019. “Oh puji Tuhan, akhirnya saya bisa membuat neraca dan paham bagaimana caranya. Selama ini saya pikir mustahil untuk bisa membuat neraca”, begitu yang aku dengar dari Lis, salah satu pengurus dari koperasi Kerubaki, Lembata.
Karena melihat antusias mereka membuat laporan keuangan, aku meminta mereka melanjutkan hingga 2 bulan berikutnya. Aku melihat semangat mereka bertambah dan sesuai dugaanku, mereka mampu meneruskan penyusunan laporan untuk 3 bulan di tahun 2019.
“Kalau seperti ini, kami bisa susun neraca sendiri hingga bulan Agustus, tidak butuh waktu lama”, ujar Nurbaiti seperti tidak mau ketinggalan.
“Iya Ina-ina, membuat neraca itu mudah, bukan?”Aku mencoba menambah semangat mereka. “Mulai saat ini, tidak usah lagi tunggu faslap dengan laptop nya, ina-ina bisa buat sendiri”, ujarku menutup sesi ini. (Rudianto)