Biasanya petani di setiap wilayah telah mempunyai pola tanam yang tertentu yang mereka anut agar usaha taninya berlangsung aman. Ada yang melakukan penanaman padi-padi-palawija, ada yang melakukan penanaman padi-palawija-padi atau hanya padi-palawija sesuai dengan musim dan kondisi wilayahnya. Dari sisi ilmu pertanian hal ini dinilai aman, karena dapat menjaga kesuburan tanah. Ada juga sebagian yang mengikuti pola ini, karena kebiasaan orang tuanya dulu semata. Bagi petani ini bukan masalah. Jika pun ada yang tidak mengikutinya itu juga bukan persoalan bagi mereka.
Tetapi ini ternyata menjadi persoalan di Kuala Batee Aceh Barat Daya. Pemerintah setempat mewajibkan seluruh petani menanam komoditi padi. Penanaman ini dicanangkan harus dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Aceh Barat Daya. Pemerintah Aceh Barat Daya ingin wilayah mereka menjadi lumbung padi terbesar di NAD.
Tentu saja keinginan ini sangat baik – tetapi ternyata cara yang ditempuh dengan memaksa petani tidaklah tepat. Pemerintah mengancam tidak akan mengalirkan air kepada mereka yang tidak mematuhinya. Dan air adalah hal yang utama dalam usaha tani. Jika itu dilakukan seperti menjerat leher petani.
Kelompok Bungong Jeumpa dari desa Kota Jeumpa ingin menanam kacang tanah di lahan mereka. Mereka melakukan pendekatan ke kantor camat untuk minta ijin melakukan penanaman kacang tanah. Mereka menyilahkan kalau kelompok ingin melanjutkan niatnya, tetapi mereka tetap akan mengalirkan air ke semua lahan yang ada. Artinya jika kelompok menamam kacang – nantinya bisa mati terendam air. Akhirnya kelompok memutuskan ikut menanam padi dan berharap bisa menanam kacang tanah pada kesempatan berikutnya. Mereka mendapat bibit padi Acong dan pupuk organik dari pemerintah setempat.
Namun LKM Pekka Kuala Bateeu ternyata melakukan hal yang berbeda dengan perintah pemerintah setempat. Saat musim tanam yang lalu sekitar bulan Juni – saat masyarakat lainnya patuh melakukan penanaman padi, 5 orang kader pekka sebagai pelaksana usaha memutuskan untuk memilih menamam komoditas berbeda. Di lahan tidur seluas 1¼ ha yang disewa LKM di desa Imamee, mereka memilih untuk menanaminya dengan kacang tanah. Pilihan yang beresiko tentunya. Mereka sempat menghubungi camat untuk minta ijin dan disarankan untuk menghubungi dinas setempat. Mereka sempat menghubungi dinas pertanian setempat dan banyak mendapat masukan, tetapi mereka merasa apa yang diberikan lebih banyak teori. Sehingga mereka kembali ke pengalaman mereka saja.
Namun mereka menuai hasil yang manis. Kacang tanah yang ditanam ternyata tumbuh bagus dan mereka mampu menghasilkan panen sekitar 2 ton lebih – hasil yang cukup banyak. Panen kacang ini jatuh pada bulan puasa. Dengan kondisi suplai pasar untuk kacang yang sangat rendah, maka permintaan kacang sangat tinggi. Banyak pedagang datang dan berani langsung membeli hasil panen.
Saat ini LKM Pekka tengah menimbang-nimbang apakah akan melanjutkan penanaman kacang lagi atau menamam lahan mereka dengan komoditas lain. Mereka juga perlu melakukan dialog dengan pemerintah setempat – tentang kebijakan pemerintah untuk menamam satu komoditas tertentu. Bagaimana pun kepentingan petani juga harus diperhatikan. Petani selayaknya harus mempunyai hak untuk memutuskan usahanya yang bisa memberi keuntungan bagi hidupnya. Bukankah jika para petani berhasil pemerintah juga akan mendapat keuntungan atas meningkatnya ekonomi masyarakat yang ada di wilayahnya?