Berobat Dengan Ramuan Karena Belum Punya BPJS

Berobat Dengan Ramuan Karena Belum Punya BPJS

Sonden, 55 tahun, seorang Pekka yang tinggal di Dusun Bamba Pongko’, Desa Balla Tumuka’ Kec. Balla, Kab. Mamasa. Ia ditinggal cerai suaminya sejak 10 tahun lalu. Sekarang Ia tinggal bersama cucunya.

Janda 4 orang anak ini, kesehariannya adalah Bertani,mencari upahan dan juga beternak babi.

Besarnya upah yang didapat dalam sehari Rp.35.00 dari jam kerja 07:30 – 15.00.Upahan ini Ia dapat apabila musim tanam padi atau menanam Jagung.Bila bukan musim kerja sawah kadang Ia tak dapat Upahan.

Ia bergabung di Pekka sejak tahun 2016 dikelompokkan Pa’tampoan. Ia bersyukur masuk Pekka, bisa membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup lewat kegiatan simpan pinjam.

Sayangnya, nenek Eno’pangillan sehari harinya dan juga cucunya belum punya kartu BPJS. Ia pernah menanyakan ke pemerintah desa sekaitan dengan kartu BPJS tapi katanya agar tetap sabar Nanti ada tahap ke 2. Sejak itu Ia tak pernah lagi menanyakan hal itu.

“Ada orang bilang buat BPJS mandiri yang di bayar saja, tapi kataku Untuk makan saja susah apalagi mau dibayar tiap bulan,” katanya sambil tersenyum.

Kadang Apabila Ia dan cucunya sakit, mereka tak pernah berobat ke Puskesmas ataupun Rumah sakit karena tidak punya kartu. Ia hanya mengambil ramuan ramuan dari tanaman sebagai obat. Dan puji syukur sakitnya bisa sembuh.

Namun, terkadang yang menjadi kekhawatirannya apabila suatu saat, tiba-tiba ia sakit dan mengharuskan harus dirawat atau ditangani medis. Tak bisa sembuh lewat ramuan. Sedangkan ia tak punya kartu BPJS. Biaya pengobatan sekarang tak murah. Hal itulah yang terkadang menjadi kekhawatirannya.

“Bantuan dari pemerintah tidak pernah saya dapatkan,saya seorang yang tidak punya apa apa. Tapi saya tetap sabar,” ucapnya lagi dengan Nada pelan (28/11/2019).

Ia berharap pemerintah bisa membantunya dengan membuat kan kartu BPJS PBI untuknya dan cucunya. Ia tak lagi khawatir bila sakit selain dengan ramuan bisa juga berobat ke bidan atau rumah sakit.

Kontributor: Seniwati, kader Pekka Mamasa

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *