\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Setelah masuk Pekka, kehidupan saya yang semula jarang\nkeluar rumah, menjadi lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu. Dari ikut sertanya\ndi pertemuan, kami bisa curhat satu sama lain tentang keluarga, anak dan\nlainnya. Selain itu juga diskusi tentang beragam isu kami lakukan juga. Saya\nmerasa dengan bergabungnya di Pekka, kita bisa menambah wawasan misalnya\nmelalui pelatihan-pelatihan yang diadakan juga semakin banyak teman yang kita\npunya. <\/p>\n\n\n\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Dari pergaulan di desa saya baru mengenal Pekka di tahun\n2016. Saya coba-coba ikut organisasi ini. Lama-lama saya dipercaya oleh anggota\nsehingga dipilih jadi ketua kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah masuk Pekka, kehidupan saya yang semula jarang\nkeluar rumah, menjadi lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu. Dari ikut sertanya\ndi pertemuan, kami bisa curhat satu sama lain tentang keluarga, anak dan\nlainnya. Selain itu juga diskusi tentang beragam isu kami lakukan juga. Saya\nmerasa dengan bergabungnya di Pekka, kita bisa menambah wawasan misalnya\nmelalui pelatihan-pelatihan yang diadakan juga semakin banyak teman yang kita\npunya. <\/p>\n\n\n\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Tahun 2011 karena situasi keluarga saya putuskan pulang dari\nDenpasar dan menetap di rumah. Pekerjaan sayapun berubah, saya mencoba\nberdagang kecil-kecilan sambil mendidik anak kami satu-satunya sampai sekarang.\nAnak saya itu sudah selesai kuliah dan bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah\nhotel di Denpasar. <\/p>\n\n\n\n

Dari pergaulan di desa saya baru mengenal Pekka di tahun\n2016. Saya coba-coba ikut organisasi ini. Lama-lama saya dipercaya oleh anggota\nsehingga dipilih jadi ketua kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah masuk Pekka, kehidupan saya yang semula jarang\nkeluar rumah, menjadi lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu. Dari ikut sertanya\ndi pertemuan, kami bisa curhat satu sama lain tentang keluarga, anak dan\nlainnya. Selain itu juga diskusi tentang beragam isu kami lakukan juga. Saya\nmerasa dengan bergabungnya di Pekka, kita bisa menambah wawasan misalnya\nmelalui pelatihan-pelatihan yang diadakan juga semakin banyak teman yang kita\npunya. <\/p>\n\n\n\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Setelah berganti tahun, akhirnya anak suami saya dengan\nistrinyapun diajak ke rumah dan sekarang telah menjadi anak saya satu-satunya.\nSaya rawat dan sekolahkan dia seperti anak sendiri sampai sekarang. Kami hidup\nbersama dengan penuh kerukunan.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2011 karena situasi keluarga saya putuskan pulang dari\nDenpasar dan menetap di rumah. Pekerjaan sayapun berubah, saya mencoba\nberdagang kecil-kecilan sambil mendidik anak kami satu-satunya sampai sekarang.\nAnak saya itu sudah selesai kuliah dan bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah\nhotel di Denpasar. <\/p>\n\n\n\n

Dari pergaulan di desa saya baru mengenal Pekka di tahun\n2016. Saya coba-coba ikut organisasi ini. Lama-lama saya dipercaya oleh anggota\nsehingga dipilih jadi ketua kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah masuk Pekka, kehidupan saya yang semula jarang\nkeluar rumah, menjadi lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu. Dari ikut sertanya\ndi pertemuan, kami bisa curhat satu sama lain tentang keluarga, anak dan\nlainnya. Selain itu juga diskusi tentang beragam isu kami lakukan juga. Saya\nmerasa dengan bergabungnya di Pekka, kita bisa menambah wawasan misalnya\nmelalui pelatihan-pelatihan yang diadakan juga semakin banyak teman yang kita\npunya. <\/p>\n\n\n\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Saat pergantian tahun 2005 ke 2006, tanpa sengaja kami\nbertemu kembali. Dari pertemuan itu dia ada keinginan untuk kembali bersama\nsaya. Karena saya masih cinta, saya mau saja dan kami pun rujuk kembali dengan\ncara dia meninggalkan istrinya yang tinggal di Lombok Timur. <\/p>\n\n\n\n

Setelah berganti tahun, akhirnya anak suami saya dengan\nistrinyapun diajak ke rumah dan sekarang telah menjadi anak saya satu-satunya.\nSaya rawat dan sekolahkan dia seperti anak sendiri sampai sekarang. Kami hidup\nbersama dengan penuh kerukunan.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2011 karena situasi keluarga saya putuskan pulang dari\nDenpasar dan menetap di rumah. Pekerjaan sayapun berubah, saya mencoba\nberdagang kecil-kecilan sambil mendidik anak kami satu-satunya sampai sekarang.\nAnak saya itu sudah selesai kuliah dan bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah\nhotel di Denpasar. <\/p>\n\n\n\n

Dari pergaulan di desa saya baru mengenal Pekka di tahun\n2016. Saya coba-coba ikut organisasi ini. Lama-lama saya dipercaya oleh anggota\nsehingga dipilih jadi ketua kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah masuk Pekka, kehidupan saya yang semula jarang\nkeluar rumah, menjadi lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu. Dari ikut sertanya\ndi pertemuan, kami bisa curhat satu sama lain tentang keluarga, anak dan\nlainnya. Selain itu juga diskusi tentang beragam isu kami lakukan juga. Saya\nmerasa dengan bergabungnya di Pekka, kita bisa menambah wawasan misalnya\nmelalui pelatihan-pelatihan yang diadakan juga semakin banyak teman yang kita\npunya. <\/p>\n\n\n\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Tahun pertama pernikahan tidak ada kendala apa-apa, hinga\ngenap setahun usia pernikahan. Berikutnya, dengan kehadiran orang ketiga, yang\nmengganggu suami saya yang saat itu berjauhan dengan saya, yang menyebabkan dia\nmenikah lagi tanpa sepengetahuan saya Dia menikah di keluarganya di Lombok\nTimur. Tanpa kompromi saya langsung minta cerai pada saat itu dan kami pun\nbercerai. <\/p>\n\n\n\n

Saat pergantian tahun 2005 ke 2006, tanpa sengaja kami\nbertemu kembali. Dari pertemuan itu dia ada keinginan untuk kembali bersama\nsaya. Karena saya masih cinta, saya mau saja dan kami pun rujuk kembali dengan\ncara dia meninggalkan istrinya yang tinggal di Lombok Timur. <\/p>\n\n\n\n

Setelah berganti tahun, akhirnya anak suami saya dengan\nistrinyapun diajak ke rumah dan sekarang telah menjadi anak saya satu-satunya.\nSaya rawat dan sekolahkan dia seperti anak sendiri sampai sekarang. Kami hidup\nbersama dengan penuh kerukunan.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2011 karena situasi keluarga saya putuskan pulang dari\nDenpasar dan menetap di rumah. Pekerjaan sayapun berubah, saya mencoba\nberdagang kecil-kecilan sambil mendidik anak kami satu-satunya sampai sekarang.\nAnak saya itu sudah selesai kuliah dan bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah\nhotel di Denpasar. <\/p>\n\n\n\n

Dari pergaulan di desa saya baru mengenal Pekka di tahun\n2016. Saya coba-coba ikut organisasi ini. Lama-lama saya dipercaya oleh anggota\nsehingga dipilih jadi ketua kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah masuk Pekka, kehidupan saya yang semula jarang\nkeluar rumah, menjadi lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu. Dari ikut sertanya\ndi pertemuan, kami bisa curhat satu sama lain tentang keluarga, anak dan\nlainnya. Selain itu juga diskusi tentang beragam isu kami lakukan juga. Saya\nmerasa dengan bergabungnya di Pekka, kita bisa menambah wawasan misalnya\nmelalui pelatihan-pelatihan yang diadakan juga semakin banyak teman yang kita\npunya. <\/p>\n\n\n\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

 Setelah sekian lama\nsaya bekerja, saya menikah dengan seorang lelaki yang masih saudara jauh dengan\nsaya. Pernikahan terjadi tahun 1995. Dalam berumah tangga, saya mengalami hal\nyang sangat menyedihkan, kami bekerja di tempat yang berbeda sehingga kami\ntidak  terpaksa harus hidup berpisah\ntempat alias tidak serumah dengan suami. Saya tinggal di Denpasar sedangkan\nsuami saya di Padangbax Karang Asem bekerja di kapal penumpang jurusan Lombok. <\/p>\n\n\n\n

Tahun pertama pernikahan tidak ada kendala apa-apa, hinga\ngenap setahun usia pernikahan. Berikutnya, dengan kehadiran orang ketiga, yang\nmengganggu suami saya yang saat itu berjauhan dengan saya, yang menyebabkan dia\nmenikah lagi tanpa sepengetahuan saya Dia menikah di keluarganya di Lombok\nTimur. Tanpa kompromi saya langsung minta cerai pada saat itu dan kami pun\nbercerai. <\/p>\n\n\n\n

Saat pergantian tahun 2005 ke 2006, tanpa sengaja kami\nbertemu kembali. Dari pertemuan itu dia ada keinginan untuk kembali bersama\nsaya. Karena saya masih cinta, saya mau saja dan kami pun rujuk kembali dengan\ncara dia meninggalkan istrinya yang tinggal di Lombok Timur. <\/p>\n\n\n\n

Setelah berganti tahun, akhirnya anak suami saya dengan\nistrinyapun diajak ke rumah dan sekarang telah menjadi anak saya satu-satunya.\nSaya rawat dan sekolahkan dia seperti anak sendiri sampai sekarang. Kami hidup\nbersama dengan penuh kerukunan.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2011 karena situasi keluarga saya putuskan pulang dari\nDenpasar dan menetap di rumah. Pekerjaan sayapun berubah, saya mencoba\nberdagang kecil-kecilan sambil mendidik anak kami satu-satunya sampai sekarang.\nAnak saya itu sudah selesai kuliah dan bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah\nhotel di Denpasar. <\/p>\n\n\n\n

Dari pergaulan di desa saya baru mengenal Pekka di tahun\n2016. Saya coba-coba ikut organisasi ini. Lama-lama saya dipercaya oleh anggota\nsehingga dipilih jadi ketua kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah masuk Pekka, kehidupan saya yang semula jarang\nkeluar rumah, menjadi lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu. Dari ikut sertanya\ndi pertemuan, kami bisa curhat satu sama lain tentang keluarga, anak dan\nlainnya. Selain itu juga diskusi tentang beragam isu kami lakukan juga. Saya\nmerasa dengan bergabungnya di Pekka, kita bisa menambah wawasan misalnya\nmelalui pelatihan-pelatihan yang diadakan juga semakin banyak teman yang kita\npunya. <\/p>\n\n\n\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Saya dilahirkan pada tanggal 27 Agustus 1973 yang lalu\ndibesarkan dan didik dari sekolah dasar sampai dengan tamat SMA dengan orang\ntua saya. Selepas SMA, saya mulai seperti anak-anak lain belajar mencari\npekerjaaan dan merantau ke Denpasar sampai akhirnya saya bekerja di Lapangan\nGolf Ina and Setor Bali Beach Golf Course sebagai Caddy. <\/p>\n\n\n\n

 Setelah sekian lama\nsaya bekerja, saya menikah dengan seorang lelaki yang masih saudara jauh dengan\nsaya. Pernikahan terjadi tahun 1995. Dalam berumah tangga, saya mengalami hal\nyang sangat menyedihkan, kami bekerja di tempat yang berbeda sehingga kami\ntidak  terpaksa harus hidup berpisah\ntempat alias tidak serumah dengan suami. Saya tinggal di Denpasar sedangkan\nsuami saya di Padangbax Karang Asem bekerja di kapal penumpang jurusan Lombok. <\/p>\n\n\n\n

Tahun pertama pernikahan tidak ada kendala apa-apa, hinga\ngenap setahun usia pernikahan. Berikutnya, dengan kehadiran orang ketiga, yang\nmengganggu suami saya yang saat itu berjauhan dengan saya, yang menyebabkan dia\nmenikah lagi tanpa sepengetahuan saya Dia menikah di keluarganya di Lombok\nTimur. Tanpa kompromi saya langsung minta cerai pada saat itu dan kami pun\nbercerai. <\/p>\n\n\n\n

Saat pergantian tahun 2005 ke 2006, tanpa sengaja kami\nbertemu kembali. Dari pertemuan itu dia ada keinginan untuk kembali bersama\nsaya. Karena saya masih cinta, saya mau saja dan kami pun rujuk kembali dengan\ncara dia meninggalkan istrinya yang tinggal di Lombok Timur. <\/p>\n\n\n\n

Setelah berganti tahun, akhirnya anak suami saya dengan\nistrinyapun diajak ke rumah dan sekarang telah menjadi anak saya satu-satunya.\nSaya rawat dan sekolahkan dia seperti anak sendiri sampai sekarang. Kami hidup\nbersama dengan penuh kerukunan.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2011 karena situasi keluarga saya putuskan pulang dari\nDenpasar dan menetap di rumah. Pekerjaan sayapun berubah, saya mencoba\nberdagang kecil-kecilan sambil mendidik anak kami satu-satunya sampai sekarang.\nAnak saya itu sudah selesai kuliah dan bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah\nhotel di Denpasar. <\/p>\n\n\n\n

Dari pergaulan di desa saya baru mengenal Pekka di tahun\n2016. Saya coba-coba ikut organisasi ini. Lama-lama saya dipercaya oleh anggota\nsehingga dipilih jadi ketua kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah masuk Pekka, kehidupan saya yang semula jarang\nkeluar rumah, menjadi lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu. Dari ikut sertanya\ndi pertemuan, kami bisa curhat satu sama lain tentang keluarga, anak dan\nlainnya. Selain itu juga diskusi tentang beragam isu kami lakukan juga. Saya\nmerasa dengan bergabungnya di Pekka, kita bisa menambah wawasan misalnya\nmelalui pelatihan-pelatihan yang diadakan juga semakin banyak teman yang kita\npunya. <\/p>\n\n\n\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
\n

Saya Gusti Ayu Soma Adnyani. Saya lahir di Sawah Davi di\ntengah-tengah keluarga petani. Hanyalah anak semata wayang, saya hidup di\nkeluarga dalam artian saya anak tunggal. <\/p>\n\n\n\n

Saya dilahirkan pada tanggal 27 Agustus 1973 yang lalu\ndibesarkan dan didik dari sekolah dasar sampai dengan tamat SMA dengan orang\ntua saya. Selepas SMA, saya mulai seperti anak-anak lain belajar mencari\npekerjaaan dan merantau ke Denpasar sampai akhirnya saya bekerja di Lapangan\nGolf Ina and Setor Bali Beach Golf Course sebagai Caddy. <\/p>\n\n\n\n

 Setelah sekian lama\nsaya bekerja, saya menikah dengan seorang lelaki yang masih saudara jauh dengan\nsaya. Pernikahan terjadi tahun 1995. Dalam berumah tangga, saya mengalami hal\nyang sangat menyedihkan, kami bekerja di tempat yang berbeda sehingga kami\ntidak  terpaksa harus hidup berpisah\ntempat alias tidak serumah dengan suami. Saya tinggal di Denpasar sedangkan\nsuami saya di Padangbax Karang Asem bekerja di kapal penumpang jurusan Lombok. <\/p>\n\n\n\n

Tahun pertama pernikahan tidak ada kendala apa-apa, hinga\ngenap setahun usia pernikahan. Berikutnya, dengan kehadiran orang ketiga, yang\nmengganggu suami saya yang saat itu berjauhan dengan saya, yang menyebabkan dia\nmenikah lagi tanpa sepengetahuan saya Dia menikah di keluarganya di Lombok\nTimur. Tanpa kompromi saya langsung minta cerai pada saat itu dan kami pun\nbercerai. <\/p>\n\n\n\n

Saat pergantian tahun 2005 ke 2006, tanpa sengaja kami\nbertemu kembali. Dari pertemuan itu dia ada keinginan untuk kembali bersama\nsaya. Karena saya masih cinta, saya mau saja dan kami pun rujuk kembali dengan\ncara dia meninggalkan istrinya yang tinggal di Lombok Timur. <\/p>\n\n\n\n

Setelah berganti tahun, akhirnya anak suami saya dengan\nistrinyapun diajak ke rumah dan sekarang telah menjadi anak saya satu-satunya.\nSaya rawat dan sekolahkan dia seperti anak sendiri sampai sekarang. Kami hidup\nbersama dengan penuh kerukunan.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2011 karena situasi keluarga saya putuskan pulang dari\nDenpasar dan menetap di rumah. Pekerjaan sayapun berubah, saya mencoba\nberdagang kecil-kecilan sambil mendidik anak kami satu-satunya sampai sekarang.\nAnak saya itu sudah selesai kuliah dan bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah\nhotel di Denpasar. <\/p>\n\n\n\n

Dari pergaulan di desa saya baru mengenal Pekka di tahun\n2016. Saya coba-coba ikut organisasi ini. Lama-lama saya dipercaya oleh anggota\nsehingga dipilih jadi ketua kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah masuk Pekka, kehidupan saya yang semula jarang\nkeluar rumah, menjadi lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu. Dari ikut sertanya\ndi pertemuan, kami bisa curhat satu sama lain tentang keluarga, anak dan\nlainnya. Selain itu juga diskusi tentang beragam isu kami lakukan juga. Saya\nmerasa dengan bergabungnya di Pekka, kita bisa menambah wawasan misalnya\nmelalui pelatihan-pelatihan yang diadakan juga semakin banyak teman yang kita\npunya. <\/p>\n\n\n\n

Saya mengikuti kegiatan di kelompok Mawar bersama dengan\nanggota Pekka lainnya, seperti: <\/p>\n\n\n\n

Simpan Pinjam <\/p>\n\n\n\n

Kita kumpulkan simpanan wajib setiap bulan dan simpanan\nsukarela dari dana itu kita pinjamkan kembali ke anggota dengan bunga 1 %\nsetiap bulan sesuai dengan kesepakatan bersama di kelompok Mawar. <\/p>\n\n\n\n

Usaha Sembako<\/p>\n\n\n\n

Kelompok menyediakan keperluan sehari-hari untuk anggota\nyang bisa dibayar  sebulan kemudian.\nKeuntungan kita semua masuk ke kas kelompok untuk operasional kelompok jika ada\nkebutuhan atau kegiatan yang tidak dibiayai oleh Yayasan PEKKA. Ke depannya\ndari usaha ini banyak ide-ide lain yang akan didiskusikan dan dikembangkan\nbersama anggota.<\/p>\n\n\n\n

Arisan <\/p>\n\n\n\n

Tujuan dari arisan adalah merangsang untuk ibu-ibu agar bisa\nrajin datang setiap bulan. Dengan demikian ada keterikatan dalam kelompoknya\nserta silaturahmi tetap terjaga.<\/p>\n\n\n\n

Senam Orhiba bersama<\/p>\n\n\n\n

hidup sehat lahir dan batin dengan diimbangi olahraga. Dalam\ntubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. <\/p>\n\n\n\n

Bagi saya, kisah saya hanyalah untuk menjadi cermin untuk saya pribadi bisa hidup lebih baik dan bermanfaat untuk sesama. Mudah-mudahan bisa bagi yang lain untuk diambil hikmah dari kehidupan saya. <\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Gusti\nAyu Soma Adnyani, kader Pekka Bali<\/strong><\/p>\n","post_title":"Cermin Diri, Gusti Ayu Soma Adnyani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"cermin-diri-gusti-ayu-soma-adnyani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-15 09:08:09","post_modified_gmt":"2020-10-15 09:08:09","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=921","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6503,"post_author":"4","post_date":"2020-10-08 08:22:53","post_date_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content":"\n

Cerita ini terjadi di Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Cerita seorang perempuan bernama Yanti yang hidup menjanda karena bercerai dengan suaminya. Sekian lama berpisah dengan suami dan menjalani hidup sendirian membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari kesehariannya. Sesuatu yang tidak tahu kenapa, selalu mengganggunya. <\/p>\n\n\n\n

Suatu hari Yanti bertemu dengan seorang lelaki berambut ikal dari kampung lain tak jauh dari desanya, namanya Fahrul. \u201cWiting tresno jalaran soko kulino\u201d, begitu ungkapan bahasa Jawa yang sering terdengar untuk menggambarkan bahwa \u2018cinta bisa tumbuh karena terbiasa\u2019. Ya, dari awal hanya saling pandang, saling berkenalan nama, bertukar nomor telpon, saling bertegur sapa melalui media sosial, hingga berjanji untuk bertemu kembali pada kesempatan berikutnya. Yanti dan Fahrul terbiasa bertemu, terbiasa bercengkrama, terbiasa menumpahkan rasa, maka timbullah rasa cinta diantara keduanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menjawab pertanyaan mengapa mereka saling jatuh cinta?. <\/p>\n\n\n\n

Bukan karena\ncinta itu buta, tetapi karena cinta berkaitan dengan perasaan yang tak gampang\ndipahami oleh orang yang tidak merasakannya. Pun demikian dengan Yanti dan\nFahrul, meskipun secara fisik Fahrul tidak terlihat menarik bagi sebagian\nperempuan di desa itu, tapi begitulah, rasa cinta akan mengalahkan segalanya.\nEntah dimulai dari mana, entah bujuk dan rayu macam apa yang mereka obral\nberdua, hubungan Yanti dan Fahrul semakin jauh, terjatuh ke dalam kubangan\ncinta versi mereka. Yanti dan Fahrul dimabuk asmara. Sampai akhirnya, bisa\nditebak, Yanti Hamil. <\/p>\n\n\n\n

Tak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n

Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n

Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n

Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n

Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\n

Pada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n

Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n

Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n

Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n

Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n

Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\n

Namaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n

Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n

Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n

Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani  yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n

Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n

Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n

Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\n

Sekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n

Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\n

Sarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n

Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n

Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n

alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n

Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n

Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n

Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi  usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 6 of 8 1 5 6 7 8
Page 6 of 8 1 5 6 7 8