Skip to content
\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nTahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nHasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nalasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nSarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nIa harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nCintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nKontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nAwal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nAku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nDi hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nBeliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nMaka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nNamun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nAku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nKontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nSemua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nYang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nSudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nSaya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nDuka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nAwalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n
Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nPada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n
Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n
Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nKordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\nPada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n
Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n
Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nHari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n
Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\nPada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n
Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n
Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nSalah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n
Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n
Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\nPada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n
Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n
Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nUtusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n
Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n
Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n
Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\nPada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n
Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n
Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nAkhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n
Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n
Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n
Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n
Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\nPada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n
Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n
Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nNamun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n
Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n
Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n
Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n
Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n
Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\nPada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n
Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n
Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};
\nTak perlu\ndigambarkan bagaimana perasaan Yanti saat tahu menstruasinya berhenti. Apalagi\nsemenjak itu Fahrul pelan-pelan menjauh bahkan beberapa bulan terakhir ia tak\npernah menunjukkan batang hidungnya. Yanti tidak tahu harus bercerita ke siapa,\nia memendam ceritanya sendiri. Karena khawatir kehamilannya diketahui orang\nlain, Yanti kerap memakai baju yang longgar dan jilbab yang lebar. <\/p>\n\n\n\n
Namun\nsepandai-pandainya Yanti menutupi, lama kelamaan ibunya tahu perihal kehamilan\nanaknya. Sama seperti Yanti, ibunya pun tak mau bercerita kepada siapapun,\nalih-alih melaporkan masalah ini ke kepala desa dan perangkat lainnya. Meski\nkeluarga tak pernah bercerita, namun warga lain mulai menggunjing, mereka mulai\nmenerka-nerka, perihal perut Yanti yang makin membesar, perihal Yanti yang kini\ngemar berbaju longgar. <\/p>\n\n\n\n
Akhirnya,\nsemua orang tahu bahwa Yanti hamil tua. Karena mulai banyak gunjingan dan gosip\nyang beredar, perangkat desa pun turun tangan. Diutuslah beberapa orang untuk\nmendatangi Fahrul di kampungnya untuk mengklarifikasikan perihal kehamilan\nYanti. Tanpa memperlihatkan rasa bersalah, Fahrul mengakui perbuatannya. Namun\npada saat dimintakan pertanggungjawabannya untuk menikahi Yanti, Fahrul\nmengelak. \u201cLah, kenapa saya harus bertanggungjawab, seumpama pembeli, saya\nsudah bayar lunas dan pergi, tidak ada kewajiban apapun lagi\u201d, ujar Fahrul\nmemberikan perumpamaan. <\/p>\n\n\n\n
Utusan pun\nterdiam dan tidak bisa bertindak apa-apa, pulang dengan tangan hampa. Sejak\nsaat itu, tidak pernah terdengar kabar Farhul, tak ada warga desa yang tahu\nkemana Fahrul pergi. Fahrul benar-benar melepaskan diri dari tanggungjawab.\nRapat desa pun diadakan, sidang perkara digelar, para tokoh masyarakat dan para\ntetua adat dihadirkan termasuk keluarga Yanti. Ada satu peraturan desa yang\nmenurut mereka sudah dijalankan sejak pemerintahan terdahulu. <\/p>\n\n\n\n
Salah satu\nperaturan tak tertulis itu menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang\nhamil di luar nikah, maka yang bersangkutan harus pergi dari kampung, dan tidak\nboleh kembali ke desa hingga 2 tahun ke depan. Karena melihat kondisi Yanti dan\nkeluarganya yang tergolong miskin, rapat memutuskan bahwa Yanti boleh tinggal\ndi desanya hingga kelahiran bayinya. Yanti hanya tertunduk lesu mendengar\nkeputusan sidang di hari itu. Tak menyangka akan berakhir seperti ini, terusir\ndari kampungnya sendiri, kampung yang telah melahirkan dan membesarkannya.\nNamun dia tak bisa berdaya apa-apa, bukankah memang harus demikian adanya?\nHanya bisa menerima apapun keputusan yang dibuat oleh mereka yang mempunyai\nkuasa.<\/p>\n\n\n\n
Hari yang\ntelah dipastikan itu tiba, Yanti melahirkan bayi mungil tak berdosa. Entah\nbagaimana perasaan Yanti, tak ada yang bisa menebaknya. Namun sejak bayi nya\nlahir ke dunia, tak ada lagi yang pernah melihat Yanti. Dia harus patuh pada\nhukum yang berlaku di sana, pergi membawa serta bayi mungilnya, meninggalkan\nkampung halamannya tercinta. Entah dimana dia sekarang berada, bagaimana\nnasibnya, bagaimana hidupnya, bagaimana masa depannya. Yanti adalah contoh\nnyata seorang korban dari relasi kuasa yang tidak seimbang. <\/p>\n\n\n\n
Kordinator : Lismayani, kader Pekka Pidie<\/strong><\/p>\n","post_title":"Bukan Cinta yang Membawa Sengsara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bukan-cinta-yang-membawa-sengsara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-08 08:22:53","post_modified_gmt":"2020-10-08 08:22:53","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=818","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6501,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 09:44:05","post_date_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content":"\nPada tahun 2004, saya dilamar oleh seorang duda\nyang umurnya jauh lebih tua dari saya. Dia berasal dari dusun Gombang. Saya\nmenerima lamarannya dengan pertimbangan dan harapan, akan lebih baik untuk\nkehidupan ke depan anak saya ke depan karena dia akan memiliki orang tua yang\nlengkap ayah dan ibu.<\/p>\n\n\n\n
Awalnya dia berjanji akan hidup bersama dengan saya\ndi Dusun Gemah. Namun setelah lamarannya hingga kini dia masih belum berpindah\ndari rumahnya di dusun Gombang.<\/p>\n\n\n\n
Duka saya berlanjut karena satu persatu orang tua\nsaya meninggal. Ayah meninggal tahun 2012 dan ibu meninggal di tahun 2018.\nInilah saya yang kemudian menjadi sebagai Perempuan Kepala Keluarga dengan\nstatus janda gantung.<\/p>\n\n\n\n
Saya menrupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, yang\nkesehariannya menjadi petani dan buruh tani. Setiap hari saya mencangkul di\nsawah, menanam singkong, jagung dan kunyit dan empon \u2013 empon lainnya.<\/p>\n\n\n\n
Sudah cukup lama saya ditinggal sendiri. Semenjak\ntahun 2013 tidak ada yang membantu mencari nafkah keluarga saya. Kadang\nsekalinya ke Gemah suami saya hanya membantu mencangkul barang satu sampai dua\njam, setelah itu dia kembali ke Gombang. Itupun sering dia ungkit \u2013 ungkit\nbahwa dia memberi nafkah ke saya. Mana cukup memberi nafkah dengan bekerja\nmencangkul satu hingga dua jam?<\/p>\n\n\n\n
Yang membuat sakit, kami membeli sawah di Gemah.\nSaya ikut membantu mengolah dari mulai mencangkul, matun dan sebagainya. Lalu\nsaat panen saya tidak diberi tahu. Tidak diberi sedikitpun hasil dari panen\npadinya. Bahkan ada kalanya saya mendengar omongan dia habis panen, jual ternak\nkambing, tapi taka da sepeserpun uang diberikan kepada saya. Bahkan dia membeli\nmagic com tapi entahlah, saya tidak pernah mengetahui dimana.<\/p>\n\n\n\n
Semua kebutuhan rumah untuk makan, untuk sekolah anak selama ini saya cari sendiri dari hasil buruh tani. Dari mulai buruh tandur, buruh matun bahkan pekerjaan serabutan lain saya lakoni yang penting halal. Kini anak semata wayang saya baru wisuda lulus dari SMAN 1 Tegalombo. Saya mensyukuri takdir hidup saya. Allah maha mengetahui, Terima kasih.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Warsiti, kader Pekka Pacitan <\/strong><\/p>\n","post_title":"Kisah Hidupku Sebagai Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kisah-hidupku-sebagai-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 09:44:05","post_modified_gmt":"2020-10-05 09:44:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=752","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6499,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 04:07:26","post_date_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content":"\nNamaku Lindawati dari Aceh Tamiang, awal\naku masuk Pekka pada akhir tahun 2013.<\/p>\n\n\n\n
Aku adalah seorang perempuan yang mengalami budaya patriarki, yang\nselalu dianggap lemah dan sampai tersakiti. Aku berfikir hidupku akan selalu\nbegini selamanya. <\/p>\n\n\n\n
Namun hidupku drastis berubah setelah aku kuasai modul dari\nAkademi Paradigta. Modul paradigta aku pakai\ndalam segala bidang terutama untuk meningkatkan ekonomi rumah tanggaku.<\/p>\n\n\n\n
Maka kebetulan pada hari itu di bulan April\n2020, masa Corona kami didatangi oleh salah satu anggota tani yang di ketuai oleh saya sendiri.<\/p>\n\n\n\n
Beliau menawarkan tanah selebar satu rante setengah kepada kami untuk\ndikelola. Lalu suamiku pun balik bertanya kepadaku, langsung aku mendukungnya.<\/p>\n\n\n\n
Di hari kami mengelola tanah, aku selalu memberi semangat padanya agar pola pikirnya berubah\nuntuk selalu memanfaatkan waktu. Sehingga sekarang suamiku selalu minta pendapat padaku dan itu yang\nmenjadi nilai tertinggi bagiku.<\/p>\n\n\n\n
Aku coba modul komunikasi aktif pada suamiku agar dia bisa\nbertanggung jawab akan ekonomi rumah tangga, sehingga pada suatu hari kami\ntidak punya apa-apa lagi dan kami harus menghidupi anak kami berjumlah 4 orang.<\/p>\n\n\n\n
Awal masuk Pekka di tahun 2013, aku\nselalu disemangati oleh Faslap dengan berkata \u201ckita tidak akan baik merubah orang lain\nkalau kita tidak berhasil merubah diri sendiri\u201d<\/em>. Hampir saja aku patah semangat tetapi sekarang aku sangat lega karena bebanku saat ini sudah hilang dan suamiku\nsekarang sudah mau bekerjasama membangun rumah tangga.<\/p>\n\n\n\nSekali lagi Pandemi Corona menjadi berkah\nuntukku. Dengan ilmu Pekka aku bisa satu fikiran dan tidak\ndiremehkan suami lagi.<\/p>\n\n\n\n
Kontributor: Linda Wati <\/strong> <\/strong><\/strong><\/p>\n","post_title":"Bagiku, Pekka Adalah sebuah Universitas","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bagiku-pekka-adalah-sebuah-universitas","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 04:07:26","post_modified_gmt":"2020-10-05 04:07:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=683","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6497,"post_author":"4","post_date":"2020-10-05 02:13:13","post_date_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content":"\nSarfiah , perempuan berusia 70 tahun. Sarfiah beralamat di Desa\nSaneo Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan\nburuh tani , usia yang telah lanjut tak membuatnya menyerah pada takdir hidup.<\/p>\n\n\n\n
Cintanya yang dalam pada suami dan anak-anak mendorongnya tetap\nbekerja walaupun fisiknya tak memungkinkan lagi.<\/p>\n\n\n\n
Ia harus hidup di pondokan ladang yang jauh dari perkampungan\ndesa, tinggal berdua dengan sang suami yang \nbernama Samiun yang juga sudah berusia lanjut 80 tahun. Samiun sering\nsakit-sakitan, namun keduanya saling mencintai dan menyayangi walau tinggal\njauh dari anak-anaknya yang ada di kampung. Sarfiah memiliki 7 orang anak , 17\ncucu dan 5 orang cicit dari semua anak-anaknya dan cucu-cucunya rata-rata hidup\ndi bawah garis kemiskinan dan hampir tak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya. <\/p>\n\n\n\n
Sarfiah bukannya tidak memiliki rumah di kampung tapi rumah\ntersebut di peruntukkan bagi anak laki-lakinya yang baru menikah dan ia memilih\nuntuk tinggal di ladang demi sang buah hati. Di samping itu ada beberapa <\/p>\n\n\n\n
alasan pendukung lainnya, tenaga yang tak muda lagi jelas tak bisa\nmembuat langkah kakinya untuk terus melangkah pulang pergi antara kampung dan\nladang di antara bebukitan. Dengan tinggal di ladang memudahkan Sarfiah bekerja\ndalam mengolah lahannya untuk di tanami dengan tanaman musiman seperti padi,\njagung dan kacang hijau.<\/p>\n\n\n\n
Hasil usaha bertaninya ini bukan cuma untuk memenuhi kebutuhan\nekonomi dengan suaminya saja tapi juga kadang di bagi-bagikan untuk memenuhi\nekonomi anak-anaknya yang ada di kampung.<\/p>\n\n\n\n
Tahun 2019 Sarfiah sempat mendapatkan bantuan PKH lansia senilai\nRp 400.000. PKH itu baru di dapatkan hanya sekali kucuran saja, sampai saat ini\nbelum ada sama sekali. Sementara untuk Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau\nkartu Indonesia Sehat (KIS) di dapatkan juga berkat hasil usulan dari Puskesos\n(Pusat Kesejahteraan Sosial) Pekka Desa Saneo.<\/p>\n\n\n\n
Seandainya saja Sarfiah dan suaminya mendapatkan uang jatah\nbulanan seperti uang pensiunan pegawai negeri sipil dan memiliki rumah sendiri\ndi kampung tentu tidaklah mereka tinggal \ndi ladang yang siangnya di temani panas dan malam di temani dengan\ndinginnya malam, apalagi usia yang sudah\nlanjut. Bahkan tidak menutup kemungkinan tiba-tiba di landa sakit atau\nmenderita sesuatu penyakit, apalagi jika rasa sakit itu muncul tiba-tiba di tengah\nmalam buta. Apa yang bisa mereka lakukan di ladang kecuali menunggu pagi,\nsyukurlah jika rasa sakit itu bisa bertahan sampai pagi tapi jika tidak maka\nbisa kita bayangkan apa yang akan terjadi.<\/p>\n\n\n\n
Saatnya para lansia di lindungi dan di berikan uang bulanan seperti\nuang pensiunan pegawai negeri sipil. Pemerintah perlu melindungi dan memberikan\nbantuan untuk para lansia terlebih untuk alokasi dana desa agar bisa\nmemprioritaskan pembangunan kemanusiaan bagi lanjut usia dan disabilitas. Penulis: Marlia<\/strong> <\/p>\n","post_title":"Kuatnya Cinta Dalam Ketidakberdayaan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"kuatnya-cinta-dalam-ketidakberdayaan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-10-05 02:13:13","post_modified_gmt":"2020-10-05 02:13:13","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=659","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":6},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};