Dengan Motivasi Berorganisasi, Tingkatkan Anggota Pekka Di Wilayah Banten

Dengan Motivasi Berorganisasi, Tingkatkan Anggota Pekka Di Wilayah Banten

Sedari awal terbentuknya kelompok Pekka di wilayah Banten, Yayasan Pemberdayaan PEKKA semakin intens dalam meningkatkan peran perempuan kepala keluarga di berbagai sektor kehidupan, di antaranya sektor ekonomi, politik dan pendidikan. Keberhasilan ini menjadi pintu masuk PEKKA dalam rangka mengawal perubahan positif atas nasib perempuan kepala keluarga di wilayah tersebut. Pekka Banten merupakan satu di antara wilayah baru kerja Yayasan Pemberdayaan PEKKA Jakarta.

Sejak tiga tahun terakhir, kelompok Pekka Banten ini terus berkembang. Di bidang politik, mereka terlibat aktif di berbagai pertemuan penting misalnya dalam menentukan kebijakan pembangunan desa. Dalam hal ini, mereka dapat menyalurkan keinginannya secara langsung dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dilakasanakan di tingkat desa maupun kecamatan. Di tingkat desa, keterlibatan anggota Pekka semakin luas, berkat dampingan PEKKA, mereka mampu mewakili suara perempuan sebagai anggota Badan Perwakilan Desa (BPD), menjadi guru di sebuah lembaga pendidikan termasuk dipercaya mengelola pendidikan anak usia dini (PAUD). Bahkan, saat ini jabatan ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (HIMPAUDI) tingkat kecamatan dipegang salah satu anggota Serikat Pekka Banten.

Hingga ini Yayasan PEKKA telah membentuk 47 kelompok Pekka di provinsi Banten. Berdasarkan data PEKKA, anggota Pekka di provinsi Banten saat ini berjumlah 592 orang yang tersebar di 23 desa. Kecamatan Kemiri menjadi fokus awal pendampingan meliputi desa Lontar, Klebet, dan Rancalabu. Umumnya masyarakat di daerah ini berprofesi sebagai buruh pabrik, nelayan, buruh tani bahkan menjadi buruh migran di negeri seberang. Kebanyakan mereka berada dalam usia produktif. Sambil merampungkan proses perijinan, Tim mulai melakukan sosialisasi ke masyarakat. Sosialisasi melibatkan banyak pihak mulai dari unsur pemerintah, tokoh masyarakat dan lembaga-lembaga sosial non pemerintah yang memiliki kesamaan orentasi bagi perbaikan kondisi perempuan ke depan.

Sementara itu, metode sosialisasi dilakukan melalui pendekatan perseorangan dan kelompok, yakni dengan menemui mereka satu persatu dari rumah ke rumah dan melalui kegiatan sosial masyarakat seperti kelompok pengajian, arisan yang dilakukan oleh kebanyakan para perempuan (ibu). Tim PEKKA kemudian menyempatkan diri untuk ta’arrruf (berkenalan) dengan mereka. Namun, tak mudah bagi tim ini menjelaskan tujuan pemberdayaan yang mereka rencanakan. “mereka (perempuan/ibu-ibu) umumnya trauma dengan tindakan oknum lembaga menjanjikan sesuatu sehingga mereka khawatir akan mengalami hal serupa,” ungkap Kurniawati, saat ditemui di kantor PEKKA (6/4/2014).

Dari segi tantangan, Tim pendamping PEKKA untuk wilayah Banten ini mengaku kesulitan dalam berkomunikasi, perlu beradaptasi dengan bahasa setempat. Namun, hari demi hari kesulitan ini bisa dilalui. Dalam benak mereka, kegiatan pendampingan tidak berbeda dengan kegiatan memberikan bantuan materi. Gejala ini terlihat dari jumlah orang yang hadir dalam pertemuan awal mencapai ratusan peserta. Namun, pemandangan ini berbeda pada hari-hari berikutnya dimana jumlah peserta mulai merosot setelah tim menyampaikan maksud dan tujuannya dalam rangka melakukan pemberdayaan berbasis masyarakat.

Dalam perjalanannya, tim PEKKA mengembangkan sejumlah program pemberdayaan di wilayah dampingan baru, antara lain pemberdayaan ekonomi dengan cara memfasilitasi kegiatan simpan pinjam, usaha kelompok. Kemudian program penyuluhan kesehatan masyarakat yakni memberikan informasi dan edukasi tentang kesehatan reproduksi, kesehatan Manula, kesehatan lingkungan. Di samping itu, diadakan program penguatan  hukum, politik dan pendidikan.

Dalam penguatan hukum misalnya, PEKKA tidak hanya melibatkan Serikat Pekka dan masyarakat namun mengikutsertakan juga sejumlah instansi pemerintah terkait. Dengan demikian, mereka bisa merasakan langsung kesungguhan dan komitmen tim dalam melakukan pendampingan terhadap problem hukum yang tengah membelit kaum perempuan. Selain itu, sebagian besar anggota Pekka di wilayah ini tidak memiliki dokumen diri seperti akte lahir, KTP dan surat nikah. Melalui kerja keras tim PEKKA, kini mereka telah memiliki sejumlah dokumen tersebut karena sudah dianggap penting dan menjadi satu kebutuhan. Serikat Pekka di wilayah ini berhasil memfasilitasi pembuatan 1000 akte lahir gratis termasuk menyelengarakan Itsbat nikah dengan peserta 50 pasangan dari warga yang tidak mampu.

Mereka juga mendapatkan pelatihan Visi Misi dan Motivasi berkelompok, pelatihan pembukuan, pelatihan kepemimpinan, pelatihan CO dan lain sebagainnya yang sifatnya meningkatkan pengetahuan. Sehingga terlihat beberapa kegiatan berjalan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. 

Lalu, dari segi pendidikan, kelompok Pekka dengan kreatif memfasilitasi anak-anak usia dini dengan mendirikan lembaga PAUD PEKKA. Saat ini mereka mengelola tujuh lembaga PAUD. Berkat usaha keras kelompok PEKKA, lembaga ini mendapat dukungan sarana bermain yaitu perosotan dan Jungkitan dari Universitas Al-Izhar,  salah satu lembaga pendidikan yang ada di Jakarta. Diantara mereka juga melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sampai saat ini ada 12 ibu Pekka yang sendang kuliah S1 dengan swadaya sendiri.

Tahun 2014, Serikat Pekka Banten terus membina dan mengembangkan komitmen bersama yang telah mereka bangun selama ini. hampir dipastikan, terbentuknya kelompok Pekka di wilayah Banten merupakan wujud kuatnya motivasi berorganisasi di kalangan anggota.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *