Beberapa tahun berselang, pada Juni 2016, di saat pertemuan rutin koperasi dan serikat Pekka Lodan Doe, fasilitator lapang Bernadete Deram menyarankan agar usaha tersebut dilakukan secara kolektif.Artinya usaha yang selama ini dilakukan secara sendiri-sendiri di kelompok-kelompok dikelola langsung oleh Koperasi. Alasan yang diberikan agar kelompok-kelompok tidak lagi mengeluarkan transport dan keuntungan bisa diraih oleh Koperasi untuk kepentingan semua anggota. Atas dasar inilah kelompok-kelompok sepakat dengan usulan faslap. “Daripada keuntungan hanya untuk toko-toko di Waiwerang saja, dan masing-masing unit harus mengeluarkan transport, lebih baik kita kelola sendiri agar ada keuntungan yang lebih besar”, ujar Fin menjelaskan.
Selama ini Koperasi sudah melakukan beberapa terobosan usaha seperti tenun dan produksi minyak kelapa. Jika usaha sembako bisa berjalan maka tenun dan minyak kelapa bisa dipasarkan di toko sembako.
Pada Juni 2016, setelah terjadi kesepakatan di semua kelompok, selanjutnya dibentuk kepengurusan dan teknik pengelolaannya. Forum sepakat membentuk tim pengurus yang terdiri dari 6 orang kader yang selama ini menjadi staf pengelola center yaitu Kamsina, Petronela Peni, Betty, Apriani, Helena Nini, Kristina dan Fin.
Setelah tim pengelola terbentuk, selanjutnya masing-masing kelompok menyetor modal usaha. Dari 20 kelompok yang bergabung, rata-rata menyetor modal antara 3 – 20 juta rupiah dan terkumpul modal awal sebesar Rp. 103.000.000,-.
Dalam proses bekerjanya, badan pengurus yang terdiri dari 7 orang berbagi tugas, tidak ada pembagian kepengurusan secara struktural namun dibagi berdasarkan jenis pekerjaan saja seperti menyimpan uang kas, pencatatan, bagian pembelanjaan, distribusi dan pelayan toko.
Fokus utama dari kegiatan Pekka Mart adalah penyediaan barang-barang sembako dan kebutuhan sehari-hari. Selain melayani pesanan dari kelompok, Pekka Mart juga mulai melayani masyarakat sekitar yang berbelanja langsung di Pekka Mart, juga warung-warung kecil yang banyak terdapat di sekitar Center.
Dalam proses pengadaan barang, Pekka Mart membeli barang dari Pasar Waiwerang dan membayar tunai semua pesanan saat belanja. Setelah sekian lama berjalan, ada 1 toko yang bersedia bekerjasama dan memberi kepercayaan kepada Pekka Mart untuk mengambil barang dan membayar pada bulan berikutnya. Distribusi barang ke kelompok-kelompok dilakukan dengan cara diantar langsung. “Waktu itu capek sekali, sampai ada pengurus yang sakit karena kami harus angkat-angkat barang”, Betty menjelaskan.
Dalam menentukan harga jual, Pekka Mart menggunakan standar harga jual di warung-warung, dan menurunkan sedikit dari harga jual tersebut untuk memberikan celah keuntungan bagi kelompok-kelompok. Misalnya jika di warung harga 5 liter minyak adalah 82.000 rupiah, maka Pekka Mart menjual ke kelompok sejumlah 80.000 rupiah.Pada saat awal pembelanjaan, Pekka Mart memperoleh keuntungan sebesar Rp. 7.376.500,-.
Jika ada kelompok lain yang mau bergabung dengan Pekka Mart, diberikan pembekalan terlebih dahulu. Pengurus kelompok yang ditunjuk diberi pelatihan tentang tata cara pencatatan dan pengelolaan Pekka Mart. Selain itu mereka diminta melakukan praktek langsung atau magang di kelompok yang sudah lebih dahulu bergabung dengan Pekka Mart.
Karena kebutuhan beras semakin meningkat, pengurus mencari pemasok langsung dari kapal yang membawa beras dari Makassar. Hanya saja kalau membeli langsung dari Kapal harus dilakukan secara tunai, tidak melalui bon. Karena kebutuhan modal menjadi lebih besar maka unit usaha pekka mart meminta tabahan modal dari koperasi sebanyak 100 juta rupiah.
“Awalnya kami beli beras 5 ton. Jika ada kekurangan beli di kios di Pasar Waierang. Sekarang kami belanja beras mencapai 15 ton setiap bulannya, dan akhirnya kami menambah modal dari koperasi sebesar 100 juta rupiah”, Kamsina menjelaskan perkembangan pengadaan beras.
Saat ini pengadaan beras menjadi lebih mudah, pengurus hanya perlu kontak kepada pemasok dan beras diantar langsung ke center Pekka. Pun dengan sistem distribusi ke kelompok, saat ini kelompok-kelompok datang langsung ke center dan menyewa kendaraan sendiri untuk mengangkut pesanannya karena jumlah pesanan semakin banyak.
Adalah bapak Idris, nama pemasok beras tersebut. Pada awalnya pembayaran kepada bapak Idris dilakukan secara tunai atau dengan uang cash. Namun saat pak Idris berkunjung ke center Pekka, Kamsina memberikan saran. “Bapak kan punya anak dan istri di Makasar, kalau bapak bawa uang tunai terus sebanyak itu, gimana kalau bapak tenggelam di laut? Kasihan anak istri bapak. Lebih baik kasih nomor rekening ke kami biar kami transfer uangnya ke rekening bapak. Kalaupun nanti terjadi apa-apa, anak dan istri bapak masih bisa makan.”
Mendengar usulan itu, bapak Idris sangat terharu. “Puluhan tahun saya berdagang beras dan berhubungan dengan banyak orang, baru dengan ina-ina Pekka ini saya dikasih saran begini, saya tidak pernah terpikir seperti itu”, sejak saat itu pembayaran beras dilakukan melalui sistem transfer bank.