Nama saya Rismawati, 31 tahun, enumerator PEKKA asal Desa Mekar Sari, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Pengalaman saya selama menjadi enumerator dalam menjalankan tugas mendata, dimulai pada hari pertama saya turun lapang, semua cerita biasa saja, tidak ada kesulitan perihal perijinan dari RT untuk izin saya turun lapang, atau pun kesulitan menghadapi responden, karena hari pertama target hanya 5 responden saja jadi tidak banyak komentar maupun pertanyaan yang saya hadapi.
Hari kedua mengejar lebih banyak responden maka saya pun siap untuk melewati tantangan lebih banyak dari hari sebelumnya, akan lebih banyak pengaduan, harapan, pertanyaan dan cerita yang harus saya dengarkan dari para responden. Nyatanya meski saya menunjukkan surat tugas dan juga memberikan penjelasan tujuan saya wawancara untuk mengetahui dampak Covid 19 bukan mendata untuk mendapat bansos, tapi tenyata kebanyakan responden merasa mereka punya harapan maka diceritakanlah semua keinginan termasuk ingin mendapatkan bantuan uang tunai dan harapan ingin mendapatkan bantuan lainnya dari pemerintah. Mendengar responden dengan semua ceritanya cukup memakan waktu hingga target pendataan harian tidak tekejar.
Menjelang hari raya Idhul Fitri, pendataan saya hentikan dulu hingga lanjut 4 hari setelah lebaran, cerita kurang lebih sama dan menambah makan waktu karena suasana lebaran menjadi enumerator sekaligus menjadi tamu hari raya.
Hanya satu saja wktu itu yang menjadi beban pikiran,yaitu mewawancarai pak ustad. Iya pak ustad Yesak namanya, bagaimana cara saya mewawancarai beliau, karena saya merasa malu untuk bertanya-tanya atau pun menjelaskan perihal wawancara bansos Covid ini, bagi saya sosok pak ustad memiliki pengaruh dan kewibawaan tersendiri hingga ketika saya membayangkan mewawancarai beliau akan amat sangat terasa malu.
Sampai akhir nya saya meminta pendapat faslap untuk mengganti kan responden pak ustad ke masyarakat RT lain yang penting jumlah kuesioner yang terkumpul sama, bisa atau tidakkah hal tersebut saya lakukan. Ketika jawaban faslap tidak bisa dan saya diharuskan tetap semangat dengan semboyan bahwa \” Pak Ustad juga manusia Risma\” maka dengan mantap dan yakin saya tetap harus mewawancarai pak ustad. Saat saya mendatangi rumahnya, tenyata pak Ustad sedang tidak di rumah karena ada acara pada malam hari itu, maka saya menjadikan bu Nyai ( istrinya) sebegai responden. Ketika wawancara selesai, tiada kata yang lebih indah dari semua kata-kata yang ingin saya ucap kan kecuali kata \” AlHAMDULILLAH\” karena berasa tantangan terbesar telah ditaklukkan, perihal wawancara esok hari yang akan dihadapi tak lagi menjadi beban pikiran.
Tinggal saya jalani dan ikuti alur cerita yang akan terjadi, kurang lebih yang akan saya temukan yaitu harapan, pengaduan dan sedikit kebohongan dari responden selama wawancara itu akan sama.
Saya menemukan ada beberapa responden yang menurut saya tidak jujur di saat menjawab bagian kuesioner pendapatan keluarga, karena saya pernah mendengar langsung tentang penghasilan salah satu keluarga, dan ketika di wawancara responden menjawab di angka pendapatan yang begitu rendah tidak sesuai dengan angka yang sebelumnya saya pernah dengar, mungkin ada alasan tertentu bisa jadi takut bantuan yang telah diterimanya dihapus/ ditarik karena memang sudah tidak layak menerima, atau mugkin responden memang merasa dari golongan keluarga yang tidak mampu, sedangkan dari segi kepemilikan secara kasat mata terlihat mampu karena ada yang sudah punya mobil dan usaha yang cukup besar.
Hal ini belum ditambahkan dari pendapatan anggota keluarga lainnya misalnya anaknya yang sudah bekerja dengan pekerjaan yang cukup bagus dan berpenghasilan lumayan. Saya sempat mengajukan pertanyaan ulang sebagai tanda bahwa saya tahu bahwa dia bohong, tapi dia menjawab hal yang sama “kan saya yang tahu pendapatan saya berapa Risma,” jawabnya yang akhirnya saya diamkan saja. Setelah saya pulang, saya melakukan pengerokesian kuesioner dan berdiskusi dengan faslap tentang kondisi ini, dan faslap meminta saya mengisi yang sebenarnya sesuai dengan kenyataan, apalagi saya mendengar sendiri sebelum pendataan, pendapatan keluarga ini berapa, hal ini mempermudah saya untuk melakukan pengisian dengan kondisi sebenarnya.
Hal ini membuat banyak pelajaran bagi saya bahwa syukur dengan apa yang ada menjadi sangat penting seberapapun pendapatan kita, karena tak penting banyak penghasilan jika harus berbohong karena masih banyak warga/responden yang hidup sederhana yang jujur. Bantuan dan uang dapat merubah manusia menjadi berbohong.
Demikian cerita pengalaman enumerator apabila ada kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf, semoga menjadi pelajaran.
Rismawati kubu Raya, Kalbar