Maidawati nama lengkapku. Orang biasa memanggilku Meida, Kini usiaku 33 tahun. Aku tinggal di dusun Panglima Kobat desa Tumpok Tengah kecamatan Bendahara kabupaten Aceh Tamiang, aku memiliki satu orang anak perempuan berusia 10 tahun. Pekka adalah pahlawan bagiku. Pekka menjauhkanku dari jerit tangis karena kekerasaan yang dilakukan suamiku sendiri.
Tanggal 28 Juni 2008 aku menikah dengan seorang laki-laki, aku berharap dengan menikah aku memiliki orang yang akan selalu menyayangi dan melindungiku. Tapi bahagia itu hanya sebentar saja, tahun 2012 ketika usia pernikahan ku hampir 4 tahun, aku mulai mengalami kejadian yang menyakitkan, suami yang ku harapkan menjadi pelindung malah menjadi bencana dalam hidupku, suami ku mulai memakai narkoba, kemudian dia menjadi pecandu, bahkan dia tidak lagi peduli dengan kami anak istrinya, dia tidak lagi mengutamakan kerja untuk menafkahi kami, kerjanya hanya kumpul dengan teman-temannya, kadang dia sering pulang dalam keadaan berantakan, dan selalu meminta uang padaku untuk membeli barang haram itu. Ketika aku tidak memenuhi permintaannya dia akan marah dan mengamuk.
Pernah sekali aku dan anak ku dikurung dikamar mandi, kemudian dia membongkar semua barang mencari uang yang mungkin aku simpan, diwaktu yang lain aku juga pernah hampir di pukul tapi tangannya akhirnya memukul dinding, walaupun tangannya tidak menyentuh tubuh ku namun aku dan anak ku selalu ketakutan ketika dia sudah marah dan mengamuk begitu. Seringnya dia mengamuk dan membentak ketika aku tidak memberinya uang. Caci maki sudah menjadi bahasanya sehari-hari , hal begitu berlangsung hampir tiap hari.
Anakku mengalami trauma berat sejak sering melihat perilaku ayahnya, dia selalu ketakutan ketika melihat laki-laki, dia akan menangis atau diam ketakutan jika ada saudara atau tetangga laki-laki yang mengajak dia bicara, anak ku juga tidak berani keluar rumah, jika ada teman-temannya datang atau bermain di depan rumah, dia hanya berani melihat mereka lewat jendela. Aku sendiri sering jatuh sakit dan keluar masuk rumah sakit karena tidak sanggup menahan perlakuan suami ku. Akhirnya karena sudah benar-benar tidak tahan, aku minta tolong sama mertua dan saudara ipar ku yang rumahnya berdekatan dengan rumahku, untuk membantuku agar bisa lepas dari suamiku, mereka sudah tahu tabiat anak atau adiknya, ketika aku minta tolong mereka langsung membantu. Akhirnya aku pulang ke rumah orang tuaku dan mengurus perceraian. Tidak lama kemudian pengadilan memberikan putusan cerai.
Setelah bercerai tak membuat hidupku lebih baik, aku malah tambah sedih dan bingung, aku tidak memiliki penghasilan, aku bingung harus menghidupi keluarga ku. Aku dan anak ku masih merasa trauma, aku sering menangis memikirkan nasibku yang kurang beruntung. Untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga aku berusaha bekerja mencari upahan dengan mencuci dan setrika pakaian di rumah orang, dari hasil kerja itu aku bisa sedikit memenuhi kebutuhan keluarga.
Hingga tahun 2014, tepatnya setelah 2 tahun aku bercerai, aku bergabung dengan Serikat Pekka. Aku mulai mengikuti banyak kegiatan di Pekka, aku dilibatkan dalam kegiatan KLIK PEKKA, Pendampingan Kelompok, Advokasi ke Dinas atau Pemerintah, membantu masyarakat dalam mengurus identitas hukum, baik untuk masyarakat di desa ku maupun di desa tetangga. Aku juga pernah dimintai masyarakat dalam mendampingi kasus perceraian ke Mahkamah Syariah. Hal ini tentu tidak aku lakukan begitu saja dengan mudah, ini semua bisa aku lakukan karena aku belajar di organisasi Serikat Pekka.
Selain terlibat dalam kegiatan KLIK, advokasi, pendampingan kelompok dan pendampingan kasus, aku juga pernah terpilih menjadi bendahara serikat kabupaten Aceh Tamiang pada periode pertama kepengurusan Pekka. Aku juga ikut dalam beberapa kegiatan peningkatan kapasitas, diantaranya pelatihan visi misi, pelatihan data, pelatihan keuangan, dan beberapa pelatihan lain. Pelatihan-pelatihan itu ada yang laksanakan tingkat desa, kabupaten, propinsi dan bahkan aku pernah ikut pelatihan di tingkat nasional, tepatnya di Gadog Bogor, tapi aku lupa dengan nama pelatihannya dan waktu tepatnya mengikuti pelatihan itu.
Yang paling aku rasakan selama bergabung dengan Serikat Pekka adalah memiliki pengalaman dan mendapatkan ilmu dan informasi yang sebelumnya tak terpikir olehku, kepercayaan diriku meningkat, aku jadi berani berbicara di depan orang banyak setelah belajar di pekka, aku juga mendapatkan pengalaman Advokasi, aku sudah bisa membuat laporan kegiatan dan pembukuan, pengetahuan terkait simpan pinjam, dan pendidikan perempuan melalui kelas Akademi Paradigta. Semua kegiatan dan kesibukan ku di Pekka pelan-pelan mulai menghapus traumaku, dan bahkan sekarang aku jauh lebih baik. Bagiku saat ini tak perlu memikirkan dan menyesali hal yang menyedihkan. Aku harus lebih memikirkan diriku sendiri dan membahagiakan keluarga, terutama membahagiakan anak ku.
Rapat Serikat atau rapat koordinasi adalah salah satu kegiatan Serikat Pekka, dulu kegiatan ini dilakukan setiap 1 bulan sekali. Kegiatan ini biasa dilakukan untuk review kegiatan bulan lalu dan merencanakan kegiatan bulan berikutnya, biasa kegiatan ini dihadiri oleh kader dan pengurus serikat kabupaten, kami melakukannya bersamaan dengan kegiatan arisan. Dalam kegiatan inilah kami saling menguatkan antara satu dengan lainnya. Lewat organisasi Pkka saya menyadari ternyata bukan hanya saya tapi banyak teman-teman lain di Pekka mengalami hal yang sama bahkan jauh lebih menyedihkan dari saya. Hal itu pula yang membuat saya merasa Pekka ini seperti sebuah keluarga.
Pembangunan desa adalah hal yang menjadi fokus kami kader Pekka Aceh Tamiang. Dalam satu kesempatan kami membahas tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam memperkuat desa. “Jika kita tidak menjabat di pemerintahan desa maka suara kita kurang di dengar”, begitu kata Baini salah satu perempuan yang juga juga tergabung dalam anggota Pekka di desaku. Pembahasan ini terasa mengasyikkan; Aku termotivasi dan berinisiatif mencari peluang untuk menduduki posisi pengambilan keputusan di desa.
Suatu hari pada bulan Juli 2020 aku bertamu ke rumah Kepala Desa Tumpuk Tengah. Waktu itu aku sebagai enumerator dari Pekka sedang melakukan pendataan Pemantauan Bansos. Pendataan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana bantuan sosial pemerintah bisa diakses masyarakat selama pandemi covid 19. Aku mewawancarai kepala desa dengan menanyakan beberapa pertanyaan dari kuesioner yang aku bawa. Setelah selesai wawancara, kepala desa menanyakan kepadaku, “Maida diupah besar dari Pekka ya? PEKKA kan punya uang banyak hingga bisa menerbangkan orang ke Jakarta”. Aku terkejut, aku tidak menyangka jika kepala desa punya pemikiran demikian terhadap kerja-kerja yang dilakukan oleh ku dan teman-teman kader Pekka lainnya. Aku mengklarifikasi dengan menjelaskan bahwa aku tidak digaji, kerjaku di Pekka adalah kerja kerelawanan. Aku melakukan kegiatan pendampingan dengan niat membantu masyarakat sebagai bentuk kontribusiku ikut serta membangun desa. Sejak saat itu, aku pun semakin dekat dengan kepala desa.
Bapak ku Muhammad Idris yang sehari-hari bekerja sebagai buruh kebun juga merupakan kepala lorong di desaku, pada bulan Mei tahun 2020 beliau meninggal karena sakit, pada bulan Agustus 2020 kepala desa menunjuk aku menjadi kepala lorong menggantikan almarhum bapak ku. Aku resmi menjadi Kepala Lorong, hal itu membuat aku bangga dapat mewujudkan impian mengambil salah satu posisi pengambil keputusan di desa. Namun selang seminggu kemudian kepala desa datang kepadaku untuk meminta kesediaan ku menjadi bendahara desa. Aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Bendahara desa merupakan salah satu posisi yang strategis di desa. Dengan posisi tersebut aku berharap dapat melakukan perubahan dan mewujudkan desa yang ramah perempuan dan anak seperti harapanku dan visi Pekka.
Pemilihan bendahara dilakukan pada awal tahun 2021, pemilihannya dilakukan dengan cara penunjukan langsung, dan sejak saat itu aku pun resmi menjabat sebagai bendahara desa Tumpuk Tengah, desa tempat aku tinggal saat ini. Pengalaman sebagai bendahara pada periode pertama kepengurusan Serikat Pekka Aceh Tamiang sangat membantu dalam menjalankan tugas keseharianku saat ini.
Bahagia rasa hatiku atas semua kepercayaan yang diberikan masyarakat dan kepala desa kepadaku. Aku bertekad tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan itu. Bersama Pekka, aku berdiri tegak membebaskan diri dari derita berlarut.
Editor: Devi