Perempuan dan APBDes

Perempuan dan APBDes

Dua puluh satu akademia melangkahkan kaki memasuki Aula Utama Center Pekka Seni Tawa di Desa Lewoblolong Kecamatan Ile Boleng, tempat kelas Paradigta diselenggarakan. Ada dari mereka yang datang dengan menggendong anak dan ada juga yang sambil menggandeng cucunya.

Senin, 30 September 2019, kelas paradigta memasuki Modul 6 Pokok Bahasan 3 tentang Perempuan dan APBDes. Perempuan memahami APBDes yang berpihak pada perempuan adalah tujuan pembelajaran dari materi ini.

“Saya tidak berani lagi datang ke Pemdes untuk meminta dokumen itu. Dokumen yang pernah saya dapatkan dari mereka hilang”, kata Baharia Beribing saat mentor menanyakan siapa saja dari akademia yang membawa dokumen APBDes.

Meri sang mentor yang bertugas hari itu mengajak akademia mempelajari dan menganalisis bersama dokumen APBDes Desa Nelelamdiken.

Waktu terasa berjalan dengan cepat, empat jam tidak cukup buat akademia membedah keseluruhan dari APBDes pada hari itu. Mereka hanya bisa mengidentifikasi jumlah pendapatan dan pengeluaran serta biaya langsung dan biaya tidak langsung.

Dari perhitungan yang dilakukan, total pendapatan tahun 2019 Desa Nelelamdiken adalah Rp 970.735.670,- dan pengeluaran sebesar  Rp 981.735.670,- sehingga Silpa Rp 11.000.000,-.

Dari dana tersebut biaya langsungnya ada Rp 752.816.706,3 atau sekitar 76,7% dari total anggaran dan biaya tidak Langsungnya Rp 228.918.963,7,- atau sekitar 23,3%.

Kelas kemudian dilanjutkan pada Senin 7 oktober 2019, dengan fokus bahasan menganalisis anggaran untuk kepentingan perempuan. Akademia mengalami kesulitan dalam penghitungannya.

Wis salah satu peserta menyampaikan jika hitungan mereka sangat jauh berbeda dari hitungan mentor.

“Jika kami menghitung semua angka yang ditebalkan, hasilnya bahkan lebih besar dari jumlah pengeluaran seluruhnya”, katanya.

Kemudian dengan penuh kesabaran, mentor melatih akademia agar dapat menghitung dengan tepat yaitu sambil memperhatikan kode umum dan kode khusus pada setiap pengeluaran karena disitu ada penjabaran dari setiap anggaran.

Tidak hanya sekali mentor menjelaskan berulang kali hingga akademia memahaminya.

Anggaran khusus untuk perempuan masih sangat kecil yaitu hanya Rp 65.560.000 atau 6,7%. Setelah dikaji, salah satu penyebabnya adalah karena pada saat Musrenbang, perempuan tidak banyak yang hadir.

Namun Onna akademia dari Lingkungan Watowaeng-Twelu Kelurahann Lamatwelu mengatakan,

“pun saat banyak perempuan yang hadir tidak selalu berkorelasi pada perubahan anggaran untuk perempuan. Rata-rata perempuan yang datang hanya duduk diam dan mendengarkan saja, tidak berani mengeluarkan pendapatnya,” ungkapnya.

Perempuan perlu terlibat aktif pada saat Musrenbangdes supaya bisa mengusulkan anggaran untuk perempuan, karena yang mengetahui dan memahami kebutuhan perempuan adalah perempuan sendiri kata Irna merangkum pembelajaran hari itu.

Kontributor: Kornelia Bunga

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *