Saya bukanlah perempuan yang baik-baik saja, baik secara ekonomi maupun dalam lingkungan sosial. Bangkrut, terlilit hutang, ditipu, pernah sakit kronis dan harus di rawat berkali-kali. Semua harta habis terjual termasuk satu unit rumah dan beberapa petak tanah. Dalam pergaulan sosial saya mendapatkan stigma negatif. Saya disalahkan dalam segala hal, apalagi sebagai seorang isteri kepala desa yang selalu harus nurut dan tidak boleh melawan. Harus menciptakan kehidupan rumah tangga yang baik-baik saja walau penuh siksaan dan penderitaan. Dicerai oleh suami dan suami menikah lagi adalah sebagai alasan utama stigma tersebut. Dicerai karena saya melawan, berteriak , ribut , tidak cantik , tidak bisa masak, tidak bisa mencuci yang bersih dan beberapa alasan lainnya, yang dijadikan sebagai alasan pembenaran oleh masyarakat sosial di lingkungan saya untuk memberikan stigma negatif.
Saya menangis tapi tidak ada yang mau mendengar tangisan saya. Saya ingin bercerita tapi tidak ada yang mau mendengarkan cerita saya, saya menderita tapi tidak ada yang bisa menolong saya, saya jatuh tapi tidak ada yang bisa membangunkan saya, saya terbuang tapi tidak ada yang berusaha memungut saya, malah saya semakin ditindas, semakin dibuang, semakin disalahkan, semakin dibenci hingga pada suatu hari ingin bunuh diri. Ya, saya ingin bunuh diri dan membunuh semua anak-anak sayaagar derita tak lagi berkepanjangan, agar semuanya selesai dan tamat.
Hingga suatu hari, pagi menjelang siang, tiba-tiba rumah panggung reyot milik saya didatangi oleh beberapa orang perempuan, mereka mengenalkan diri sebagai Pekka. Pada mulanya saya ragu dengan kedatangan mereka, saya yang trauma karena pernah ditipu dengan jumlah uang yang sangat banyak hingga bangkrut tidak semudah itu percaya. Butuh waktu buat saya bisa percaya dan menerima. Berjalannya waktu hatipun mulai berubah setelah beberapa kali dihubungi oleh orang-orang tersebut, walau cuma menanyakan apa kabar mu hari ini. Kini semuanya telah berubah bertahap dan berproses, perubahan itu saya nikmati berkat Pekka.
Pelatihan kepenulisan JWP yang dilakukan Pekka telah membawa perubahan yang besar untuk saya. Bukan cuma melatih dan mendidik untuk berani bersuara lewat tulisan-tulisan buletin Pekka atau organisasi agar Pekka di kenal orang, tapi secara pribadi telah membuat saya berani bersuara tentang kondisi-kondisi perempuan yang ada di daerah saya. Pemerkosaan, pelecehan, diskriminasi, pelabelan, stigma dan beberapa hal lainnya coba saya ungkapkan lewat tulisan dalam bentuk novel, sampai hari ini saya telah siap dengan empat judul dan sedang dalam proses di penerbitan.
Pelatihan online usaha kerjasama Pekka , Kemen PPA dan XL telah merubah diri saya. Saya jadi tahu cara memanfaatkan media sosial dan membuat kemasan yang menarik hingga posting jualan saya menarik. Pesanan pun datang dari berbagai daerah, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan dari daerah saya sendiri. Walau pun untungnya sedikit tapi berkelanjutan hingga dapur saya bisa tetap mengepul dan bisa membiayai sekolah anak- anak. Disamping itu juga saya belajar meminimalisir atau mengatur belanja keuangan keluarga. Saya mendahulukan yang lebih penting, tidak berfoya-foya. Saya harus membuat rencana pengeluaran keuangan keluarga, saya tidak beli baju baru, tidak beli sayur dan tidak beli bahan bakar untuk masak. Baju saya masih pakai baju-baju lama yang penting bersih dan rapi, dicemooh juga tidak apa-apa. Sayur saya tanam sendiri di lahan dan di pematang sawah, kayu bakar pun saya ambil dari sisa-sisa ranting pohon pagar sawah yang jatuh dan patah. Pengeluaran keuangan bisa saya atur dan saya tidak terlilit hutang lagi dan tidak ingin berhutang lagi.
Klik yang dilakukan oleh Pekka di wilayah saya membawa dua dampak positif untuk saya. Yang pertama saya dipekerjakan oleh kantor Dinas Sosial kabupaten Dompu sebagai koordinator Puskesos Desa. Mendapatkan anggaran BOP selama 3 tahun dari Kemensos R.I sebanyak 10 Juta/tahun juga mendapatkan fasilitas lain seperti 1 unit ruangan pengaduan, 2 unit komputer, 1 unit printer, 1 unit tab dan tali asih Rp 300.000/bulan selama 3 tahun. Melalui lembaga ini saya bisa mengajukan dan memperbaiki data kemiskinan desa, keluhan-keluhan selama ini mengenai bantuan yang tidak tepat sasaran akhirnya bisa di atasi seperti: PKH, BPNT, BST, BLT, TERPIJAR, BPJS, BRS, RTLH dan beberapa bantuan lainnya. Yang kedua saya di angkat oleh kepala desa Saneo sebagai staf pembantu Layanan masyarakat dengan gaji perbulan sebesar Rp. 1.200.000. Tugas saya di sini adalah melayani masyarakat dan menerima pengaduan terkait beberapa persoalan-persoalan desa seperti perkara-perkara, warisan, kasus tanah, harta gono-gini, mahar, perkelahian dan beberapa hal lainnya. Walaupun saya bukan penentu akhir dari pengambilan sebuah keputusan tapi saya punya wewenang untuk bersuara dan sudah banyak perempuan yang telah terbantu.
Baru-baru ini saya diangkat menjadi Ketua Serikat Pekka Dompu oleh teman-teman Pekka. Dengan jabatan ini saya semakin dikenal oleh orang-orang hebat yang ada di ruang lingkup pemda Dompu. Melalui kunjungan-kunjungan dan sosialisasi. Bahkan saya sering diundang dan diminta untuk menjadi pengisi tausiyah dan pembicara di beberapa tempat terkait dengan isu pendidikan, agama dan KDRT. InsyaAllah wadah-wadah ini sebagai sarana saya untuk mengenalkan kerja-kerja Pekka dan hal-hal lain yang berkaitan dengan isu-isu perempuan.
Kontributor: Marlia, Kader Pekka, Kab. Dompu, NTB
Editor: Hagus Ralia