Angin berhembus damai, pagi dingin menusuk di musim kemarau tahun 2018, ketika kepala desa memanggil ku di kantor nya dan memberitahukan satu hal yang teramat berharga dalam hidupku ,
“Lia, aku minta KTP dan identitas lain kamu , karena kamu akan aku angkat menjadi pembantu ku di kantor ini ” ya ,,, ! Aku, jadi staf pelayanan !, Bahagia bercampur bangga menjadi satu di dalam dada ini, karena di setiap harinya aku sudah pasti berpakaian rapi ke kantor desa, duduk di belakang meja komputer dan pasti nya punya penghasilan tetap. Kepala desa bilang lagi, “Kamu mampu dan pantas di posisi ini ” aku merupakan satu satunya perempuan dari 23 laki – laki yang ada di kantor desa.
Cerita ini bermula ketika aku menjadi koordinator acara KLIK PEKKA (Klinik Layanan Informasi dan Konsultasi) perlindungan sosial dan hukum yang di laksanakan pada tanggal 17 Juli 2018 di desa Desa Saneo.
Desa saneo adalah desa yang sepi berpenduduk ±4.000 jiwa, salah satu desa yang ada di ujung Utara kabupaten Dompu, dengan destinasi wisata air terjunnya yang terkenal indah dan tinggi , sehari – hari di musim kemarau tak ada aktivitas di sesa ini, kecuali pemandangan dimana setiap orang berselimut dengan sarung dan duduk melingkari perapian untuk menghangatkan tubuh, tapi pagi ini tanggal 17 juli 2018 suasana yang nampak tak lagi seperti itu, yang ku lihat adalah lalu lalang roda 2 yang berboncengan hingga 4 orang dalam 1 motor, semua nya menuju satu arah yaitu acara klik PEKKA di kantor desa Saneo.
Setelah saya mengumumkan di mesjid tadi malam dengan bahasa mbojo ku “Assalamualaikum, santabe mena ta, Mada Marlia ta ke, ne ‘ e mbei informasi Sato ‘ i ta, bahwa naisi aka kantor desa wara acara klik PEKKA, di ru ‘ u Ita ndoho Mada ntau KTP, KK, akte kelahiran, ma wa ‘ u Ra nikah pala Wati PO ntau na buku nikah, Mada wara BPJS, KIP atau ma masalah labo PKH , santabe ta Lao mena aka kantor desa jam pidu aimma Sindi.” (Assalamu’alaikum 3 x, Permisi Semuanya ini aku Marlia, mau memberikan sedikit informasi yang di peruntukan bagi semua warga masyarakat yang tidak memiliki KK, KTP, akte kelahiran, BPJS dan KIP dan yang bermasalah dengan PKH di mohon hadir besok jam 7 pagi di kantor desa)
Aku dan 12 orang perempuan petugas KLIK PEKKA lainnya dengan seragam putih hitam juga melakukan hal yang sama , segera bergegas , menuju kantor desa karena tugas sudah menanti di meja masing-masing , melayani tamu kabupaten dan juga masyarakat yang telah memenuhi halaman kantor desa.
Acara KLIK sedikit terlambat, karena Narasumber (Instansi pemerintah) kabupaten yang seharusnya tepat waktu sesuai undangan agak terlambat hadir mungkin karena jarak desa sedikit menjadi penghalang nya. Setelah tiba, para narasumber ini pun langsung duduk di meja masing-masing yang sudah di sediakan, saat itu aku pun kebagian tugas untuk mewakili serikat pekka untuk memberikan kata sambutan, penutup sambutanku di ikuti tepukan riuh dari para hadirin karena acara KLIK PEKKA baru pertama kali di lakukan di Desa Saneo di kabupaten Dompu, untuk pertama kalinya aku juga mengambil bagian dalam kepanitiaan ini .
Siang makin terik, warga masyarakat makin berjubel, dan berdesak – desakan di meja panitia, teriakan dan teguran para aparat desa serta petugas tidak di hiraukan, Aku pahami itu, karena memiliki satu akte kependudukan adalah satu hal yang tidak mudah bagi masyarakat di desa saneo ini, yang biasanya jika mengurus akte kelahiran lewat calo yang ada di desa satu akte di hargakan Rp.100.000 – Rp. 200.000, bukah harga yang murah bagi masyarakat di desaku ini apalagi mereka adalah masyarakat miskin yang tidak punya penghasilan tetap.
Antrian para warga masyarakat begitu padat, mereka yang datang dari pagi hingga siang belum bisa terlayani karena Saking banyaknya yang datang, rasa lapar masyarakat yang telah lama menunggu tak lagi bisa mereka tahan, mau balikkerumah untuk makan mereka merasa tanggung takut tidak terlayani karena sudah lama menunggu, hingga akhirnya Konsumsi yang disediakan Panitia untuk para narasumber habis mereka lahap tanpa permisi, karena rasa lapar para warga yang harus berjubel di bawah matahari , tenda yang tersedia tidak mampu menampung lagi. Jumlah yang datang mengadu hanya bisa tercatat sebanyak 545. Tidak tertibnya masyarakat untuk mengikuti alur pendaftaran menyebabkan kami banyak kehilangan waktu mencatat yang mendaftar sehingga yang lainnya tidak terdaftar karena waktu konsultasi di batasi hanya sampai siang saja.
Disinilah aku baru menyadari bahwa sebenarnya aku bukanlah perempuan bodoh yang harus di buang seperti yang dilakukan suamiku dulu, dia mebuangku demi perempuan lain meski telah berupayakeras membantunya dan memperjuangkannya sebagai kepala desa hingga menjabat 2 periode namun dia tetap saja membuangku, menganggapku sudah tak berguna, hingga menjadikanku terpuruk setelah berpisah, namun hari ini disinilah aku mulai merasa bahwa aku adalah perempuan hebat bermanfaat bagi masyarakat banyak. Hingga kini setelah menjabat sebagai staf desa yang di angkat oleh kepala desa yang baru menggantikan jabatan suamiku dulu, setiap masyarakat yang membutuhkan pelayanan surat identitas diri dan kartu perlindungan sosial lainnya pasti datang ke kantor desa untuk mencarku, mereka meminta bantuanku, masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki identitas diri yang lengkap membuat meja ku selalu rame akan kehadiran mereka yang membutuhkan. Begitulah sibuknya aku saat ini sejak mengenal Pekka.
Kontributor: Marlia kader Pekka Dompu, NTB