\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Pandemi Covid-19 akhirnya melumpuhkan\nkegiatan Pekka baik di pembinaan serta pemberdayaan.\nDaganganku macet, begitu juga teman Pekka lainnya. Sebagian besar anggota Pekka di kelompokku saat ini, beralih\nmenjadi buruh tani (tanam bawang) di pulau Sumbawa. Sehari mereka mendapatkan\nupah Rp. 100.000,- bersyukur teman-temanku memiliki kemampuan menanam bawang.\nMereka tidak terlena dan berdiam diri. Walaupun harus hijrah ke pulau lain tapi\npaling tidak mereka bisa mengisi kantong-kantong rupiah tanpa menengadahkan\ntangan.<\/p>\n\n\n\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Hampir dua bulan kujalani aktivitas ini, di mana sebelumnya aku bersama teman\nPekka memiliki kegiatan usaha individu berbasis kelompok. Separuhnya dananya kami ambil dari\nkas simpan-pinjam  kelompok Pekka dan juga didanai oleh\nBumdes  untuk pemberdayaan perempuan\nPekka.   Kami membuat jajanan seperti\nkacang telur, kacang asin, donat, dijajakan di setiap warung.  Kami menitipkan dagangan hampir tiap hari, termasuk aku yang berjualan pakaian dan beras. Anggota Pekka setiap hari\nsetor semampunya. Ada yang  Rp. 5000 bahkan ada juga yang\nsetor  Rp. 3000.  Begitulah kegiatan kami  kelompok Pekka sebelum datang Covid-19.\nBahkan tiap minggu kami melakukan kegiatan arisan dan simpan-pinjam. <\/p>\n\n\n\n

Pandemi Covid-19 akhirnya melumpuhkan\nkegiatan Pekka baik di pembinaan serta pemberdayaan.\nDaganganku macet, begitu juga teman Pekka lainnya. Sebagian besar anggota Pekka di kelompokku saat ini, beralih\nmenjadi buruh tani (tanam bawang) di pulau Sumbawa. Sehari mereka mendapatkan\nupah Rp. 100.000,- bersyukur teman-temanku memiliki kemampuan menanam bawang.\nMereka tidak terlena dan berdiam diri. Walaupun harus hijrah ke pulau lain tapi\npaling tidak mereka bisa mengisi kantong-kantong rupiah tanpa menengadahkan\ntangan.<\/p>\n\n\n\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

\"Rasanya kalau ada alat itu\npekerjaanku akan sedikit lebih ringan, aku bisa sesambil melakukan pekerjaan\nlain\". hibur diriku.  Sementara isi\ntahu, membuat saos dan lainnya bisa dilakukan oleh anggota Pekka, tetangga\nbahkan anak-anak remaja yang ikut terlibat dalam pembuatan salome.   Agar mendapatkan bentuk dan hasil pentolan\nSalome yang sama rata harus satu orang siap duduk manis didepan panci panas\ndalam waktu yang cukup lama.<\/p>\n\n\n\n

Hampir dua bulan kujalani aktivitas ini, di mana sebelumnya aku bersama teman\nPekka memiliki kegiatan usaha individu berbasis kelompok. Separuhnya dananya kami ambil dari\nkas simpan-pinjam  kelompok Pekka dan juga didanai oleh\nBumdes  untuk pemberdayaan perempuan\nPekka.   Kami membuat jajanan seperti\nkacang telur, kacang asin, donat, dijajakan di setiap warung.  Kami menitipkan dagangan hampir tiap hari, termasuk aku yang berjualan pakaian dan beras. Anggota Pekka setiap hari\nsetor semampunya. Ada yang  Rp. 5000 bahkan ada juga yang\nsetor  Rp. 3000.  Begitulah kegiatan kami  kelompok Pekka sebelum datang Covid-19.\nBahkan tiap minggu kami melakukan kegiatan arisan dan simpan-pinjam. <\/p>\n\n\n\n

Pandemi Covid-19 akhirnya melumpuhkan\nkegiatan Pekka baik di pembinaan serta pemberdayaan.\nDaganganku macet, begitu juga teman Pekka lainnya. Sebagian besar anggota Pekka di kelompokku saat ini, beralih\nmenjadi buruh tani (tanam bawang) di pulau Sumbawa. Sehari mereka mendapatkan\nupah Rp. 100.000,- bersyukur teman-temanku memiliki kemampuan menanam bawang.\nMereka tidak terlena dan berdiam diri. Walaupun harus hijrah ke pulau lain tapi\npaling tidak mereka bisa mengisi kantong-kantong rupiah tanpa menengadahkan\ntangan.<\/p>\n\n\n\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Sesekali kusekat bulir-bulir air\nbening yang mengalir di wajahku, sambil kedua telapak\ntanganku sibuk membentuk adonan Salome (pentolan bakso), jajanan khas  kabupaten Bima.  Setiap hari untuk mendapatkan 1000 biji\npentolan, Salome aku bisa menghabiskan\nwaktu di depan perapian\nhampir 2 jam, ditambah 3 jam memasak 3000 biji salome tahu isi daging dengan\nmenggunakan 2 dandang besar. Cukup menyita pekerjaanku yang lain. Terkadang kuselip-selip hayalan indah dibenakku tentang sebuah alat\npencetak pentolan bakso.<\/p>\n\n\n\n

\"Rasanya kalau ada alat itu\npekerjaanku akan sedikit lebih ringan, aku bisa sesambil melakukan pekerjaan\nlain\". hibur diriku.  Sementara isi\ntahu, membuat saos dan lainnya bisa dilakukan oleh anggota Pekka, tetangga\nbahkan anak-anak remaja yang ikut terlibat dalam pembuatan salome.   Agar mendapatkan bentuk dan hasil pentolan\nSalome yang sama rata harus satu orang siap duduk manis didepan panci panas\ndalam waktu yang cukup lama.<\/p>\n\n\n\n

Hampir dua bulan kujalani aktivitas ini, di mana sebelumnya aku bersama teman\nPekka memiliki kegiatan usaha individu berbasis kelompok. Separuhnya dananya kami ambil dari\nkas simpan-pinjam  kelompok Pekka dan juga didanai oleh\nBumdes  untuk pemberdayaan perempuan\nPekka.   Kami membuat jajanan seperti\nkacang telur, kacang asin, donat, dijajakan di setiap warung.  Kami menitipkan dagangan hampir tiap hari, termasuk aku yang berjualan pakaian dan beras. Anggota Pekka setiap hari\nsetor semampunya. Ada yang  Rp. 5000 bahkan ada juga yang\nsetor  Rp. 3000.  Begitulah kegiatan kami  kelompok Pekka sebelum datang Covid-19.\nBahkan tiap minggu kami melakukan kegiatan arisan dan simpan-pinjam. <\/p>\n\n\n\n

Pandemi Covid-19 akhirnya melumpuhkan\nkegiatan Pekka baik di pembinaan serta pemberdayaan.\nDaganganku macet, begitu juga teman Pekka lainnya. Sebagian besar anggota Pekka di kelompokku saat ini, beralih\nmenjadi buruh tani (tanam bawang) di pulau Sumbawa. Sehari mereka mendapatkan\nupah Rp. 100.000,- bersyukur teman-temanku memiliki kemampuan menanam bawang.\nMereka tidak terlena dan berdiam diri. Walaupun harus hijrah ke pulau lain tapi\npaling tidak mereka bisa mengisi kantong-kantong rupiah tanpa menengadahkan\ntangan.<\/p>\n\n\n\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Saya senang sekali dengan dukungan yang diberikan semua\npihak terutama pemerintah desa dan terutamanya sekali Bapak Juwaher Bapak Kepala\nDusun Pagerejo yang sempat meragukan saya ikut pelatihan karena kuatir akan\nditipu pihak yang tidak bertanggung jawab. Saya akan terus semangat berusaha\nuntuk memajukan diri dan kelompok serta belajar membentuk kelompok baru.\nTanggal 2 Oktober 2019 ini saya sudah berkesempatan melihat pembentukan\nkelompok Pekka di Dusun Jeruk desa Ngumbul. Semmoga nanti saya bisa membentuk\nkelompok Pekka lain di desa saya. (Suratin<\/strong>)<\/p>\n","post_title":"Pengalaman Perjalanan Menjadi Kader Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pengalaman-perjalanan-menjadi-kader-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-14 09:10:46","post_modified_gmt":"2020-09-14 09:10:46","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=161","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":125,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 09:08:43","post_date_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content":"\n

Sesekali kusekat bulir-bulir air\nbening yang mengalir di wajahku, sambil kedua telapak\ntanganku sibuk membentuk adonan Salome (pentolan bakso), jajanan khas  kabupaten Bima.  Setiap hari untuk mendapatkan 1000 biji\npentolan, Salome aku bisa menghabiskan\nwaktu di depan perapian\nhampir 2 jam, ditambah 3 jam memasak 3000 biji salome tahu isi daging dengan\nmenggunakan 2 dandang besar. Cukup menyita pekerjaanku yang lain. Terkadang kuselip-selip hayalan indah dibenakku tentang sebuah alat\npencetak pentolan bakso.<\/p>\n\n\n\n

\"Rasanya kalau ada alat itu\npekerjaanku akan sedikit lebih ringan, aku bisa sesambil melakukan pekerjaan\nlain\". hibur diriku.  Sementara isi\ntahu, membuat saos dan lainnya bisa dilakukan oleh anggota Pekka, tetangga\nbahkan anak-anak remaja yang ikut terlibat dalam pembuatan salome.   Agar mendapatkan bentuk dan hasil pentolan\nSalome yang sama rata harus satu orang siap duduk manis didepan panci panas\ndalam waktu yang cukup lama.<\/p>\n\n\n\n

Hampir dua bulan kujalani aktivitas ini, di mana sebelumnya aku bersama teman\nPekka memiliki kegiatan usaha individu berbasis kelompok. Separuhnya dananya kami ambil dari\nkas simpan-pinjam  kelompok Pekka dan juga didanai oleh\nBumdes  untuk pemberdayaan perempuan\nPekka.   Kami membuat jajanan seperti\nkacang telur, kacang asin, donat, dijajakan di setiap warung.  Kami menitipkan dagangan hampir tiap hari, termasuk aku yang berjualan pakaian dan beras. Anggota Pekka setiap hari\nsetor semampunya. Ada yang  Rp. 5000 bahkan ada juga yang\nsetor  Rp. 3000.  Begitulah kegiatan kami  kelompok Pekka sebelum datang Covid-19.\nBahkan tiap minggu kami melakukan kegiatan arisan dan simpan-pinjam. <\/p>\n\n\n\n

Pandemi Covid-19 akhirnya melumpuhkan\nkegiatan Pekka baik di pembinaan serta pemberdayaan.\nDaganganku macet, begitu juga teman Pekka lainnya. Sebagian besar anggota Pekka di kelompokku saat ini, beralih\nmenjadi buruh tani (tanam bawang) di pulau Sumbawa. Sehari mereka mendapatkan\nupah Rp. 100.000,- bersyukur teman-temanku memiliki kemampuan menanam bawang.\nMereka tidak terlena dan berdiam diri. Walaupun harus hijrah ke pulau lain tapi\npaling tidak mereka bisa mengisi kantong-kantong rupiah tanpa menengadahkan\ntangan.<\/p>\n\n\n\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Selain itu, kami juga mengusulkan untk melakukan pendataan\nulang bagi penerima PKH, KIS, dan warga yang belum memiliki KTP, Akta Kelahiran\ndll juga mengusulkan adanya beasiswa pendidikan terutama bagi anak Pekka untuk\nmengurangi beban tanggungan kami dan supaya anak kami sukses. Alhamdulillah\nusulan kami ditanggapi dengan baik oleh perangkat desa Bungur. Bahkan perangkat\nDusun lain di desa Bungur seperti Dusun Sempu dan Kebonuluh ingin dibentuk\nkelompok Pekka seperti di Dusun Pagerejo.<\/p>\n\n\n\n

Saya senang sekali dengan dukungan yang diberikan semua\npihak terutama pemerintah desa dan terutamanya sekali Bapak Juwaher Bapak Kepala\nDusun Pagerejo yang sempat meragukan saya ikut pelatihan karena kuatir akan\nditipu pihak yang tidak bertanggung jawab. Saya akan terus semangat berusaha\nuntuk memajukan diri dan kelompok serta belajar membentuk kelompok baru.\nTanggal 2 Oktober 2019 ini saya sudah berkesempatan melihat pembentukan\nkelompok Pekka di Dusun Jeruk desa Ngumbul. Semmoga nanti saya bisa membentuk\nkelompok Pekka lain di desa saya. (Suratin<\/strong>)<\/p>\n","post_title":"Pengalaman Perjalanan Menjadi Kader Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pengalaman-perjalanan-menjadi-kader-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-14 09:10:46","post_modified_gmt":"2020-09-14 09:10:46","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=161","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":125,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 09:08:43","post_date_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content":"\n

Sesekali kusekat bulir-bulir air\nbening yang mengalir di wajahku, sambil kedua telapak\ntanganku sibuk membentuk adonan Salome (pentolan bakso), jajanan khas  kabupaten Bima.  Setiap hari untuk mendapatkan 1000 biji\npentolan, Salome aku bisa menghabiskan\nwaktu di depan perapian\nhampir 2 jam, ditambah 3 jam memasak 3000 biji salome tahu isi daging dengan\nmenggunakan 2 dandang besar. Cukup menyita pekerjaanku yang lain. Terkadang kuselip-selip hayalan indah dibenakku tentang sebuah alat\npencetak pentolan bakso.<\/p>\n\n\n\n

\"Rasanya kalau ada alat itu\npekerjaanku akan sedikit lebih ringan, aku bisa sesambil melakukan pekerjaan\nlain\". hibur diriku.  Sementara isi\ntahu, membuat saos dan lainnya bisa dilakukan oleh anggota Pekka, tetangga\nbahkan anak-anak remaja yang ikut terlibat dalam pembuatan salome.   Agar mendapatkan bentuk dan hasil pentolan\nSalome yang sama rata harus satu orang siap duduk manis didepan panci panas\ndalam waktu yang cukup lama.<\/p>\n\n\n\n

Hampir dua bulan kujalani aktivitas ini, di mana sebelumnya aku bersama teman\nPekka memiliki kegiatan usaha individu berbasis kelompok. Separuhnya dananya kami ambil dari\nkas simpan-pinjam  kelompok Pekka dan juga didanai oleh\nBumdes  untuk pemberdayaan perempuan\nPekka.   Kami membuat jajanan seperti\nkacang telur, kacang asin, donat, dijajakan di setiap warung.  Kami menitipkan dagangan hampir tiap hari, termasuk aku yang berjualan pakaian dan beras. Anggota Pekka setiap hari\nsetor semampunya. Ada yang  Rp. 5000 bahkan ada juga yang\nsetor  Rp. 3000.  Begitulah kegiatan kami  kelompok Pekka sebelum datang Covid-19.\nBahkan tiap minggu kami melakukan kegiatan arisan dan simpan-pinjam. <\/p>\n\n\n\n

Pandemi Covid-19 akhirnya melumpuhkan\nkegiatan Pekka baik di pembinaan serta pemberdayaan.\nDaganganku macet, begitu juga teman Pekka lainnya. Sebagian besar anggota Pekka di kelompokku saat ini, beralih\nmenjadi buruh tani (tanam bawang) di pulau Sumbawa. Sehari mereka mendapatkan\nupah Rp. 100.000,- bersyukur teman-temanku memiliki kemampuan menanam bawang.\nMereka tidak terlena dan berdiam diri. Walaupun harus hijrah ke pulau lain tapi\npaling tidak mereka bisa mengisi kantong-kantong rupiah tanpa menengadahkan\ntangan.<\/p>\n\n\n\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Pada hari yang sama jam 1 siang, saya dan kawan \u2013 kawan\nPengurus Serikat Pekka Dusun Pagerejo diundang Bapak Kepala Dusun untuk\nmengikuti musrenbang inklusif di Balai Desa Bungur. Saya dan kawan \u2013 kawan\nbersepakat mengusulkan diadakannya penampungan air bersih di Dusun kami, karena\ndisaat kemarau seperti sekarang ini, kami sebagai perempuan merasa kesulitan\nuntuk mendapat air bersih.<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, kami juga mengusulkan untk melakukan pendataan\nulang bagi penerima PKH, KIS, dan warga yang belum memiliki KTP, Akta Kelahiran\ndll juga mengusulkan adanya beasiswa pendidikan terutama bagi anak Pekka untuk\nmengurangi beban tanggungan kami dan supaya anak kami sukses. Alhamdulillah\nusulan kami ditanggapi dengan baik oleh perangkat desa Bungur. Bahkan perangkat\nDusun lain di desa Bungur seperti Dusun Sempu dan Kebonuluh ingin dibentuk\nkelompok Pekka seperti di Dusun Pagerejo.<\/p>\n\n\n\n

Saya senang sekali dengan dukungan yang diberikan semua\npihak terutama pemerintah desa dan terutamanya sekali Bapak Juwaher Bapak Kepala\nDusun Pagerejo yang sempat meragukan saya ikut pelatihan karena kuatir akan\nditipu pihak yang tidak bertanggung jawab. Saya akan terus semangat berusaha\nuntuk memajukan diri dan kelompok serta belajar membentuk kelompok baru.\nTanggal 2 Oktober 2019 ini saya sudah berkesempatan melihat pembentukan\nkelompok Pekka di Dusun Jeruk desa Ngumbul. Semmoga nanti saya bisa membentuk\nkelompok Pekka lain di desa saya. (Suratin<\/strong>)<\/p>\n","post_title":"Pengalaman Perjalanan Menjadi Kader Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pengalaman-perjalanan-menjadi-kader-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-14 09:10:46","post_modified_gmt":"2020-09-14 09:10:46","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=161","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":125,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 09:08:43","post_date_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content":"\n

Sesekali kusekat bulir-bulir air\nbening yang mengalir di wajahku, sambil kedua telapak\ntanganku sibuk membentuk adonan Salome (pentolan bakso), jajanan khas  kabupaten Bima.  Setiap hari untuk mendapatkan 1000 biji\npentolan, Salome aku bisa menghabiskan\nwaktu di depan perapian\nhampir 2 jam, ditambah 3 jam memasak 3000 biji salome tahu isi daging dengan\nmenggunakan 2 dandang besar. Cukup menyita pekerjaanku yang lain. Terkadang kuselip-selip hayalan indah dibenakku tentang sebuah alat\npencetak pentolan bakso.<\/p>\n\n\n\n

\"Rasanya kalau ada alat itu\npekerjaanku akan sedikit lebih ringan, aku bisa sesambil melakukan pekerjaan\nlain\". hibur diriku.  Sementara isi\ntahu, membuat saos dan lainnya bisa dilakukan oleh anggota Pekka, tetangga\nbahkan anak-anak remaja yang ikut terlibat dalam pembuatan salome.   Agar mendapatkan bentuk dan hasil pentolan\nSalome yang sama rata harus satu orang siap duduk manis didepan panci panas\ndalam waktu yang cukup lama.<\/p>\n\n\n\n

Hampir dua bulan kujalani aktivitas ini, di mana sebelumnya aku bersama teman\nPekka memiliki kegiatan usaha individu berbasis kelompok. Separuhnya dananya kami ambil dari\nkas simpan-pinjam  kelompok Pekka dan juga didanai oleh\nBumdes  untuk pemberdayaan perempuan\nPekka.   Kami membuat jajanan seperti\nkacang telur, kacang asin, donat, dijajakan di setiap warung.  Kami menitipkan dagangan hampir tiap hari, termasuk aku yang berjualan pakaian dan beras. Anggota Pekka setiap hari\nsetor semampunya. Ada yang  Rp. 5000 bahkan ada juga yang\nsetor  Rp. 3000.  Begitulah kegiatan kami  kelompok Pekka sebelum datang Covid-19.\nBahkan tiap minggu kami melakukan kegiatan arisan dan simpan-pinjam. <\/p>\n\n\n\n

Pandemi Covid-19 akhirnya melumpuhkan\nkegiatan Pekka baik di pembinaan serta pemberdayaan.\nDaganganku macet, begitu juga teman Pekka lainnya. Sebagian besar anggota Pekka di kelompokku saat ini, beralih\nmenjadi buruh tani (tanam bawang) di pulau Sumbawa. Sehari mereka mendapatkan\nupah Rp. 100.000,- bersyukur teman-temanku memiliki kemampuan menanam bawang.\nMereka tidak terlena dan berdiam diri. Walaupun harus hijrah ke pulau lain tapi\npaling tidak mereka bisa mengisi kantong-kantong rupiah tanpa menengadahkan\ntangan.<\/p>\n\n\n\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Semenjak bergabung menjadi anggota kelompok Pekka di Dusun\nPagerejo, saya merasa senang karena mendapat Pelatihan Visi Misi dan Motivasi\nBerkelompok pada bulan Agustus ini. Lalu pada bulan September 2019, tepatnya\ntanggal 8 \u2013 15 September 2019, saya ikut pelatihan Pengorganisasian Masyarakat\ndi Bogor. Pulang dari Bogor, saya diundang kader Pekka Lintas di Pacitan, Ibu\nLatifah untuk melihat KLIK di desa Pucangombo Kecamatan Tegalombo dimana saya\nberkesempatan untuk pertama kalinya bertemu Bapak Bupati Pacitan dan berfoto\nbersama, dan di tanggal 17 Septembernya saya ikut pertemuan kader dan Pengurus\nSerikat Pekka di desa Wonoanti Kecamatan Tulakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada hari yang sama jam 1 siang, saya dan kawan \u2013 kawan\nPengurus Serikat Pekka Dusun Pagerejo diundang Bapak Kepala Dusun untuk\nmengikuti musrenbang inklusif di Balai Desa Bungur. Saya dan kawan \u2013 kawan\nbersepakat mengusulkan diadakannya penampungan air bersih di Dusun kami, karena\ndisaat kemarau seperti sekarang ini, kami sebagai perempuan merasa kesulitan\nuntuk mendapat air bersih.<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, kami juga mengusulkan untk melakukan pendataan\nulang bagi penerima PKH, KIS, dan warga yang belum memiliki KTP, Akta Kelahiran\ndll juga mengusulkan adanya beasiswa pendidikan terutama bagi anak Pekka untuk\nmengurangi beban tanggungan kami dan supaya anak kami sukses. Alhamdulillah\nusulan kami ditanggapi dengan baik oleh perangkat desa Bungur. Bahkan perangkat\nDusun lain di desa Bungur seperti Dusun Sempu dan Kebonuluh ingin dibentuk\nkelompok Pekka seperti di Dusun Pagerejo.<\/p>\n\n\n\n

Saya senang sekali dengan dukungan yang diberikan semua\npihak terutama pemerintah desa dan terutamanya sekali Bapak Juwaher Bapak Kepala\nDusun Pagerejo yang sempat meragukan saya ikut pelatihan karena kuatir akan\nditipu pihak yang tidak bertanggung jawab. Saya akan terus semangat berusaha\nuntuk memajukan diri dan kelompok serta belajar membentuk kelompok baru.\nTanggal 2 Oktober 2019 ini saya sudah berkesempatan melihat pembentukan\nkelompok Pekka di Dusun Jeruk desa Ngumbul. Semmoga nanti saya bisa membentuk\nkelompok Pekka lain di desa saya. (Suratin<\/strong>)<\/p>\n","post_title":"Pengalaman Perjalanan Menjadi Kader Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pengalaman-perjalanan-menjadi-kader-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-14 09:10:46","post_modified_gmt":"2020-09-14 09:10:46","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=161","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":125,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 09:08:43","post_date_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content":"\n

Sesekali kusekat bulir-bulir air\nbening yang mengalir di wajahku, sambil kedua telapak\ntanganku sibuk membentuk adonan Salome (pentolan bakso), jajanan khas  kabupaten Bima.  Setiap hari untuk mendapatkan 1000 biji\npentolan, Salome aku bisa menghabiskan\nwaktu di depan perapian\nhampir 2 jam, ditambah 3 jam memasak 3000 biji salome tahu isi daging dengan\nmenggunakan 2 dandang besar. Cukup menyita pekerjaanku yang lain. Terkadang kuselip-selip hayalan indah dibenakku tentang sebuah alat\npencetak pentolan bakso.<\/p>\n\n\n\n

\"Rasanya kalau ada alat itu\npekerjaanku akan sedikit lebih ringan, aku bisa sesambil melakukan pekerjaan\nlain\". hibur diriku.  Sementara isi\ntahu, membuat saos dan lainnya bisa dilakukan oleh anggota Pekka, tetangga\nbahkan anak-anak remaja yang ikut terlibat dalam pembuatan salome.   Agar mendapatkan bentuk dan hasil pentolan\nSalome yang sama rata harus satu orang siap duduk manis didepan panci panas\ndalam waktu yang cukup lama.<\/p>\n\n\n\n

Hampir dua bulan kujalani aktivitas ini, di mana sebelumnya aku bersama teman\nPekka memiliki kegiatan usaha individu berbasis kelompok. Separuhnya dananya kami ambil dari\nkas simpan-pinjam  kelompok Pekka dan juga didanai oleh\nBumdes  untuk pemberdayaan perempuan\nPekka.   Kami membuat jajanan seperti\nkacang telur, kacang asin, donat, dijajakan di setiap warung.  Kami menitipkan dagangan hampir tiap hari, termasuk aku yang berjualan pakaian dan beras. Anggota Pekka setiap hari\nsetor semampunya. Ada yang  Rp. 5000 bahkan ada juga yang\nsetor  Rp. 3000.  Begitulah kegiatan kami  kelompok Pekka sebelum datang Covid-19.\nBahkan tiap minggu kami melakukan kegiatan arisan dan simpan-pinjam. <\/p>\n\n\n\n

Pandemi Covid-19 akhirnya melumpuhkan\nkegiatan Pekka baik di pembinaan serta pemberdayaan.\nDaganganku macet, begitu juga teman Pekka lainnya. Sebagian besar anggota Pekka di kelompokku saat ini, beralih\nmenjadi buruh tani (tanam bawang) di pulau Sumbawa. Sehari mereka mendapatkan\nupah Rp. 100.000,- bersyukur teman-temanku memiliki kemampuan menanam bawang.\nMereka tidak terlena dan berdiam diri. Walaupun harus hijrah ke pulau lain tapi\npaling tidak mereka bisa mengisi kantong-kantong rupiah tanpa menengadahkan\ntangan.<\/p>\n\n\n\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
\n

Saya Suratin, saya adalah perempuan Kepala Keluarga dari\nDusun Pagerejo, Desa Bungur, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.\nSaya sudah lama ditinggal suami karena meninggal dunia. Kini saya harus\nmenanggung beban 5 anak yang 3 diantaranya adalah keponakan saya karena ibunya\nsama \u2013 sama Perempuan Kepala Keluarga, yang harus bekerja mencari nafkah\nmerantau ke daerah lain.<\/p>\n\n\n\n

Semenjak bergabung menjadi anggota kelompok Pekka di Dusun\nPagerejo, saya merasa senang karena mendapat Pelatihan Visi Misi dan Motivasi\nBerkelompok pada bulan Agustus ini. Lalu pada bulan September 2019, tepatnya\ntanggal 8 \u2013 15 September 2019, saya ikut pelatihan Pengorganisasian Masyarakat\ndi Bogor. Pulang dari Bogor, saya diundang kader Pekka Lintas di Pacitan, Ibu\nLatifah untuk melihat KLIK di desa Pucangombo Kecamatan Tegalombo dimana saya\nberkesempatan untuk pertama kalinya bertemu Bapak Bupati Pacitan dan berfoto\nbersama, dan di tanggal 17 Septembernya saya ikut pertemuan kader dan Pengurus\nSerikat Pekka di desa Wonoanti Kecamatan Tulakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada hari yang sama jam 1 siang, saya dan kawan \u2013 kawan\nPengurus Serikat Pekka Dusun Pagerejo diundang Bapak Kepala Dusun untuk\nmengikuti musrenbang inklusif di Balai Desa Bungur. Saya dan kawan \u2013 kawan\nbersepakat mengusulkan diadakannya penampungan air bersih di Dusun kami, karena\ndisaat kemarau seperti sekarang ini, kami sebagai perempuan merasa kesulitan\nuntuk mendapat air bersih.<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, kami juga mengusulkan untk melakukan pendataan\nulang bagi penerima PKH, KIS, dan warga yang belum memiliki KTP, Akta Kelahiran\ndll juga mengusulkan adanya beasiswa pendidikan terutama bagi anak Pekka untuk\nmengurangi beban tanggungan kami dan supaya anak kami sukses. Alhamdulillah\nusulan kami ditanggapi dengan baik oleh perangkat desa Bungur. Bahkan perangkat\nDusun lain di desa Bungur seperti Dusun Sempu dan Kebonuluh ingin dibentuk\nkelompok Pekka seperti di Dusun Pagerejo.<\/p>\n\n\n\n

Saya senang sekali dengan dukungan yang diberikan semua\npihak terutama pemerintah desa dan terutamanya sekali Bapak Juwaher Bapak Kepala\nDusun Pagerejo yang sempat meragukan saya ikut pelatihan karena kuatir akan\nditipu pihak yang tidak bertanggung jawab. Saya akan terus semangat berusaha\nuntuk memajukan diri dan kelompok serta belajar membentuk kelompok baru.\nTanggal 2 Oktober 2019 ini saya sudah berkesempatan melihat pembentukan\nkelompok Pekka di Dusun Jeruk desa Ngumbul. Semmoga nanti saya bisa membentuk\nkelompok Pekka lain di desa saya. (Suratin<\/strong>)<\/p>\n","post_title":"Pengalaman Perjalanan Menjadi Kader Pekka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"pengalaman-perjalanan-menjadi-kader-pekka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-14 09:10:46","post_modified_gmt":"2020-09-14 09:10:46","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=161","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":125,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 09:08:43","post_date_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content":"\n

Sesekali kusekat bulir-bulir air\nbening yang mengalir di wajahku, sambil kedua telapak\ntanganku sibuk membentuk adonan Salome (pentolan bakso), jajanan khas  kabupaten Bima.  Setiap hari untuk mendapatkan 1000 biji\npentolan, Salome aku bisa menghabiskan\nwaktu di depan perapian\nhampir 2 jam, ditambah 3 jam memasak 3000 biji salome tahu isi daging dengan\nmenggunakan 2 dandang besar. Cukup menyita pekerjaanku yang lain. Terkadang kuselip-selip hayalan indah dibenakku tentang sebuah alat\npencetak pentolan bakso.<\/p>\n\n\n\n

\"Rasanya kalau ada alat itu\npekerjaanku akan sedikit lebih ringan, aku bisa sesambil melakukan pekerjaan\nlain\". hibur diriku.  Sementara isi\ntahu, membuat saos dan lainnya bisa dilakukan oleh anggota Pekka, tetangga\nbahkan anak-anak remaja yang ikut terlibat dalam pembuatan salome.   Agar mendapatkan bentuk dan hasil pentolan\nSalome yang sama rata harus satu orang siap duduk manis didepan panci panas\ndalam waktu yang cukup lama.<\/p>\n\n\n\n

Hampir dua bulan kujalani aktivitas ini, di mana sebelumnya aku bersama teman\nPekka memiliki kegiatan usaha individu berbasis kelompok. Separuhnya dananya kami ambil dari\nkas simpan-pinjam  kelompok Pekka dan juga didanai oleh\nBumdes  untuk pemberdayaan perempuan\nPekka.   Kami membuat jajanan seperti\nkacang telur, kacang asin, donat, dijajakan di setiap warung.  Kami menitipkan dagangan hampir tiap hari, termasuk aku yang berjualan pakaian dan beras. Anggota Pekka setiap hari\nsetor semampunya. Ada yang  Rp. 5000 bahkan ada juga yang\nsetor  Rp. 3000.  Begitulah kegiatan kami  kelompok Pekka sebelum datang Covid-19.\nBahkan tiap minggu kami melakukan kegiatan arisan dan simpan-pinjam. <\/p>\n\n\n\n

Pandemi Covid-19 akhirnya melumpuhkan\nkegiatan Pekka baik di pembinaan serta pemberdayaan.\nDaganganku macet, begitu juga teman Pekka lainnya. Sebagian besar anggota Pekka di kelompokku saat ini, beralih\nmenjadi buruh tani (tanam bawang) di pulau Sumbawa. Sehari mereka mendapatkan\nupah Rp. 100.000,- bersyukur teman-temanku memiliki kemampuan menanam bawang.\nMereka tidak terlena dan berdiam diri. Walaupun harus hijrah ke pulau lain tapi\npaling tidak mereka bisa mengisi kantong-kantong rupiah tanpa menengadahkan\ntangan.<\/p>\n\n\n\n

Sementara aku, selama 4 bu\u013aan terdiam dan terjebak di dalamnya, tanpa pemasukan sama\nsekali. Kegiatan belajar mengajarku sebagai guru PAUD lumpuh total. Uang\ndaganganku sedikit demi sedikit berkurang. Aku hanya diam tak bergerak. Menunggu ketidakpastian berakhirnya wabah\ndunia yang memporak porandakan perekonomianku.<\/p>\n\n\n\n

Putus asa bukan sifatku. Aku\nmencoba bernego dengan Pemdes Samili agar mendapatkan orderan menjahit masker.\nKebetulan saat itu Pemdes membutuhkan masker untuk kebutuhan warganya.<\/p>\n\n\n\n

Beruntung aku memiliki keterampilan menjahit dan memiliki mesin jahit pemberian dari Disnaker Kab. Bima saat mengikuti pelatihan menjahit yang diadakan oleh Disnaker tahun anggaran 2019. Aku mendapatkan orderan itu dengan melibatkan beberapa anggota Pekka Samili. Bahagianya.             <\/p>\n\n\n\n

Dalam masa sulit aku dan teman Pekka diberi kepercayaan. Tapi sayang disayang. Setelah proyek masker desa berakhir, aku kembali terdiam.  Suatu hari kuterima telepon dari Faslap PEKKA NTB. Di seberang sana kudengar suaranya. Katanya, Yayasan PEKKA memberikan bantuan Corona seadanya. Alhamdulillah. Puji syukurku pada Illahi Robbi. Aku mendapatkan bantuan dari Yayasan PEKKA. Dan tak kusia-siakan, dana bantuan itu kupergunakan sebagai modal awal membeli beberapa peralatan dan kebutuhan daganganku. <\/p>\n\n\n\n

Aku harus bangkit. Aku harus\nmelawan motto \"Kapan lagi dengan rebahan saja, kita bisa menyelamatkan\ndunia?\" \"Ah, kupikir ini\nmotto salah besar. Aku harus bergerak\". Tepat 1 Juni 2020. Aku memulai\nusaha Salome. Melibatkan beberapa anggota Pekka, tetangga bahkan anak-anak ikut andil dalam usahaku.\nWalaupun upah yang mereka dapatkan tak seberapa. Tetapi mereka terlihat senang\ndan antusias mengerjakannya. <\/p>\n\n\n\n

Salome Samili pelangganku\nmenamainya. Aku senang. Nun jauh di sana, di beberapa desa di kecamatan\nSoromandi, cita rasa Salome Samili cukup disukai. Ini berkat racikan\ntangan-tangan berjamaah dari rekan-rekan kerjaku anggota Pekka. Akhirnya kebahagiaan terindahku,\n\"aku bisa berjalan sambil membuat jalan\u201d. Rezki berjama'ah hasilnya akan berjama'ah pula. Yakinlah. Setiap tangan\nmemiliki rezki masing-masing.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun medan tempuhya\nberliku-liku, melewati gunung-gunung dan hamparan laut biru nan indah. Serta\nmemakan waktu hampir 2 jam untuk bisa sampai ke sana. Aku tetap melaju. Terkadang lelah mendayungi\nbadanku, tetapi aku harus kuat lelahku kusingkirkan. Keringatku bukti\nperjuangan dan tanggung jawab atas pilihanku menjadi perempuan kepala keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga anakku adalah tombak\nperjuanganku. Semangatku berkobar demi masa depan mereka. Telah kuterima takdir\nperjuangan sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Inilah hidup, kami\nberjuang tanpa laki-laki.<\/p>\n\n\n\n

Ridho Allah bersama perempuan\nkepala keluarga, kuyakini Allah Maha Mengatur dan Maha Memberi yang Terbaik.\nTelah kuikhlaskan perjalanan hidup ini. Kelak karyaku akan dikenang oleh ketiga\nanakku sebagai karya terbaik bundanya. Semoga  ketiga anakku dimuliakan dihadapan Allah dan\nmanusia, diangkat derajatnya serta\nselamat dunia dan akhiratnya. Aamiin Allahuma Aamiin. <\/p>\n\n\n\n

Perjuangan serupa juga banyak\ndilakoni perempuan kepala keluarga di Nusa Tenggara Barat.\nLaminah, Janda Cerai 18 tahun lalu, \nsehari-hari  membuat  kue kering \nuntuk di jual dengan menitipkan kue di warung-warung hingga lintas desa,\npesanan tetangga dan  warga yang akan\nhajatan, kini so<\/em>c<\/em>ial distancing<\/em> membuat usaha Laminah berhenti\ntotal. <\/p>\n\n\n\n

Ungkap Laminah, \u201cWarung tutup, orang juga takut beli jajan, uang orang sepi, masyarakat terpaksa jual perabotan rumah tangganya  kepada tetangga yang punya uang di kampung, jual sarung yang disimpan dalam lemari yang hanya dipakai saat hari raya saja. Wabah Covid ini membuat saya alih profesi, kini saya menjadi tukang ojek perempuan, ini saya lakoni karena warga perempuan di kampung tidak berani naik ojek kalau tidak kenal, takut tertular, jadi saya setiap pagi mengantar pergi dan pulang warga yang keluar rumah, dsb, alhamdulilah setiap hari saya mendapat pemasukan sebagai ojek perempuan Rp 30.000 - Rp 50.000.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Penulis: Ra<\/em><\/strong>hmawati AB, kader Pekka Bima, NTB<\/strong><\/em><\/p>\n","post_title":"Bersama Pekka, Salome Samili Berjalan Sambil Membuat Jalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"bersama-pekka-salome-samili-berjalan-sambil-membuat-jalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 09:08:43","post_modified_gmt":"2020-09-10 09:08:43","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=125","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":120,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:51:37","post_date_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content":"\n

Nama saya\u00a0 Marlia, asal Desa Saneo, Kecamatan Woja, kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Usia saya 45 tahun, seorang janda cerai dengan jumlah tanggungan 4 orang, dua anak, satu adik kandung dan ayah kandung. Kedua anak saya semuanya bersekolah, 1 orang sedang kuliah semester 3 jurusan komunikasi di Jakarta dan yang bungsu sedang mondok di pondok pesantren di Jawa tengah. Adik bungsu saya juga sedang kuliah semester 6 di kabupaten Dompu, NTB. Ayah saya yang sudah\u00a0 berusia lanjut harus saya penuhi semua kebutuhan hidupnya.<\/p>\n\n\n\n

Pekerjaan saya selama ini, di samping sebagai petani perempuan, juga berjualan dan menjadi buruh tani. Bagi saya apapun jenis\npekerjaan itu akan saya lakukan asalkan bisa menghasilkan uang yang halal.  Bulan April, tiba-tiba pemerintah kabupaten Dompu mengeluarkan\nsebuah keputusan yang sangat berpengaruh besar pada matinya usaha perekonomian\nsaya, jagung yang saya panen dari ladang harganya anjlok karena gudang sebagai\npenampung jagung petani ditutup sampai pada batas waktu yang tak ditentukan,\ntidak ada harga standar jagung yang pasti dari pemerintah. Jangankan untung yang bisa saya dapatkan, modalnya saja tidak\nkembali. <\/p>\n\n\n\n

Jualan saya pun sudah tidak laku lagi,\nkarena tidak ada yang membeli.\nSaya benar-benar terpuruk dan tak mampu berkata-kata. Sementara kebutuhan\nanak-anak terus meningkat, keputusan pondok untuk memulangkan semua santrinya\nbenar- benar membuat saya bingung dan frustasi karena dalam waktu yang\nbersamaan saya harus bayar tiket pesawat kepulangan jurusan Solo-Bima, tanah\nladang terpaksa saya gadaikan ke tetangga, karena  yang di Jakarta pun butuh uang makan dan uang\nkost serta uang untuk membeli pulsa paket apalagi keputusan perusahaan yang menutup usahanya\nKarena ada PSBB yang dilakukan oleh pemerintah.<\/p>\n\n\n\n

Di rumah, saya punya tanggungan ayah yang telah tua dan adik yang masih\nkuliah, dan saya tidak mungkin membiarkan semuanya mati kelaparan dan saya\nharus berjuang demi keluarga.   Dengan\ncepat saya beralih usaha, saya mencoba berbisnis online walau saya tak memiliki\nmodal sendiri. Saya mencoba menjual produk teman dan tetangga seperti madu hutan\nasli Saneo dan susu kuda. Alhamdulillah setelah berjualan online,  saya tak kehabisan rejeki, selalu saja ada\nyang memesan dan membeli produk saya hingga sampai ke luar kota.  Saya juga berjualan online barang-barang\npecah belah, perabot rumah tangga, pakaian, dan beberapa jenis produk hasil\npertanian dan hasil sungai \/ perikanan.<\/p>\n\n\n\n

Kini saya bisa membiayai kuliah anak dan biaya hidup di rumah\nteratasi,\ndapur masih tetap mengepul walau  hidup\nmasih tetap kekurangan. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan \nsemuanya  jadi sulit. Saya tak menyangka jika wabah ini bisa masuk di\nKabupaten kami, saya kira hanya ada di dalam berita televisi dan tidak nyata,\ntapi memang benar -benar nyata, semuanya dituntut untuk berdiam diri di rumah\ndan tidak boleh keluar ke mana - mana apalagi untuk bekerja dan mencari makan, sementara saya adalah\nperempuan kepala keluarga yang harus menghidupi anak seorang diri.<\/p>\n","post_title":"Dapur Harus Tetap Mengepul","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"dapur-harus-tetap-mengepul","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:51:37","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:51:37","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":117,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 08:47:01","post_date_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content":"\n

Masdalina (40),\nberstatus janda cerai mempunyai satu orang anak perempuan yang berusia 18\ntahun. Anaknya baru saja tamat sekolah SMA tahun ini. Bertempat tinggal di Desa\nTeluk Mesjid, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan\nSelatan. <\/p>\n\n\n\n

Masdalina sehari-hari bekerja sebagai\npetani dan buruh tani. Sebelum masa pandemi Covid-19 Masdalina mengharapkan\npenghasilan sebagai buruh tani. Bekerja dari pukul 07.00 sampai dengan pukul\n11.00 mendapatkan upah sebesar Rp.35.000,- <\/p>\n\n\n\n

Di masa pandemi Covid-19\nbersamaan dengan musim bertani di desa tempat tinggalnya. Masdalina jarang\nmendapatkan pekerjaan sebagai buruh tani. Orang yang biasa meminta bantuan\nMasdalina untuk menggarap sawahnya, akhirnya menggarap\ntanahnya sendiri karena uang untuk mengupah orang lain sudah dipergunakan untuk\nmemenuhi kebutuhan sehari-hari.\n\nSelain\nmenanggung anaknya, Masdalina juga menanggung dua orang adiknya. Adik-adiknya\njuga tidak bisa bekerja di masa pandemi ini. Untuk memenuhi kebutuhan hidup\nsehari-hari, Masdalina mencari ikan di sungai atau di sawah menggunakan jaring.\nMasdalina juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras, telur, bawang\nmerah, bawang putih, asam jawa dan uang sebesar Rp. 165.000,- setiap bulannya.\nApa yang dia dapatkan, diusahakan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.\n\n\n\n<\/p>\n","post_title":"Nasib Buruh Tani","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"nasib-buruh-tani","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 08:47:01","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:47:01","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":114,"post_author":"4","post_date":"2020-09-10 03:50:36","post_date_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content":"\n

<\/p>\n\n\n\n

Pagi\nitu, cahaya surya belum nampak di pelupuk mata, Alfrina Wattimena (48),\nperempuan asal Desa Sabatai Baru, Kec. Morotai Selatan, Kab. Pulau Morotai,\nMaluku Utara, bergegas menelusuri jalan setapak sejauh lima kilometer sambil membawa\nsayuran dan buah-buahan yang ia sanggul di atas kepalanya untuk sampai ke jalan\nbesar, menuggu mobil yang akan membawanya ke pasar. <\/p>\n\n\n\n

Setelah\nsuaminya tak mampu bekerja, Alfrina harus banting tulang mencari nafkah\nkeluarga. sepulang dari pasar, Rina, begitu ia disapa, juga menjajakan bakso\npada sore hari hingga larut malam. Waktu terus berjalan, tengah malam, pukul\n1.00 dini hari, ia sudah bangun, meracik bahan olahan untuk membuat kue hingga\nmenjelang subuh. <\/p>\n\n\n\n

Tak\nmudah menjalani semua, namun rutinitas itu ia lakukan sendiri, tanpa bantuan\nsiapa pun, \"Setelah merasa tak enak badan, baru bisa istirahat,\"\nkatanya sambil mengusap air mata yang tetiba mengucur deras, mengingat\nmasa-masa terberat itu. Seperti tak ada senyum terlintas di bibirnya sebab\nbaginya, dunia terasa bagitu pahit, namun ia tetap jalani dengan penuh\nkepasrahan. <\/p>\n\n\n\n

Rina\nterdiam sejenak sambil menghela nafas panjang. Ia menarik jauh waktu di mana ia\nharus menanggung beban batin, ketika suami masih sehat dan kuat bekerja. Saat\nitu, ia merasa cukup dengan menggantungkan hidupnya dari penghasilan suami, karena\npendapatan suami cukup besar, meski kadang tidak semua penghasilan suami diberikan\nkepada sang istri. bahkan, kerap kali suaminya menghabiskannya hanya untuk\nmabuk-mabukan, berjudi, bahkan main perempuan. <\/p>\n\n\n\n

\"Ibu\ntetap bertahan dengan perlakuan suami karena mengingat masa depan\nanak-anak,\" kata perempuan yang sudah dikaruniai empat orang anak. Ia harus\ntetap tegar dan kuat menjalani semuanya, demi mewujudkan mimpi masa depan bagi\nanak-anaknya kelak. kini ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang\nduduk di bangku SMA dan di perguruan tinggi. Sedangkan yang lain sudah berumah\ntangga, namun, mereka masih sering meminta uang belanja untuk kebutuhan\nhidupnya.  <\/p>\n\n\n\n

Mengorganisir masyarakat <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sebelum\nbergabung dengan komunitas Pekka, keberadaannya tidak diperhitungkan di ranah\npublik. \"Saya tidak tahu berbicara di depan umum, karena kerjanya di dapur\"\nkata perempuan tamatan SMP ini. pada 2014, Rina bergabung di Pekka ketika ada\nperluasan wilayah kerja PEKKA ke Kab. Pulau Morotai. saat itulah, ia mulai\nbelajar berbicara dan berorganisasi. beragam pelatihan dan pengembangan\nkapasitas ia dapatkan. bersama kelompoknya, ia memperkuat gerakan. salah\nsatunya aktif mengorganisir masyarakat melalui KLIK (Klinik Layanan Informasi\ndan Konsultasi) Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\nkemampuan dan pengalaman ini, ia makin terlibat aktif dalam kepengurusan\nserikat Pekka mulai tingkat kelompok sampai tingkat kabupaten, begitu juga di institusi\nkeagamaan sebagai kordinator bidang wanita. Namanya kian dikenal oleh\nmasyarakat. melalui pengalaman keorganisasian di Serikat Pekka inilah, ia\nmendapatkan banyak pelajaran berharga dan bersama-sama memperjuangkan nasib perempuan.\n<\/p>\n\n\n\n

Menjadi ketua BPD <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tak\ncukup mendampingi dan menyuarakan hak kaum perempuan, ia pun bertekad merebut\nposisi penting dalam pemerintahan desa. Ia menyakini untuk memperkuat suara\nperempuan, posisi penting di pemerintahan harus direbut agar aspirasi dan\nkeberpihakan pada kaum perempuan bisa diakomodir. <\/p>\n\n\n\n

Pada\n2017, berbekal ijazah SMP dan sertifikat pelatihan yang diselenggarakan Yayasan\nPEKKA, ia mendaftarkan diri sebagai calon BPD. \"Ada 5 perempuan yang\nmendaftar, dua orang lulusan sarjana, dua orang utusan dari pemerintah desa,\nhanya saya sendiri peserta yang tak tamat SMA,\" aku Rina saat ditemui di\nsela-sela Lokakarya Nasional Federasi Serikat Pekka, tentang Perencanaan\nStrategis dan Berkelanjutan PEKKA -MAMPU \"Memperkuat Suara, Pengaruh dan\nKepemimpinan Perempuan Kepala Keluarga\", Bogor, Jawa Barat (26\/4\/2019). <\/p>\n\n\n\n

Meski\nharus bersaing dengan lulusan sarjana, ia tak patah semangat dan terus maju. Namun,\nperjuangannya untuk menjadi calon BPD tak semudah membalik telapak tangan. ia\nmenceritakan, meskipun semua persyaratannya sudah ia penuhi, namun, ada upaya\ndari pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Ibu Rina. \" Ijazah\nsaya dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan, saya tetap lawan mereka, sampai\nharus ke kecamatan,\" kata Rina saat memprotes mereka yang ingin menjegal\npencalonannya.<\/p>\n\n\n\n

Usaha\nRina tidak sia-sia, ia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua BPD Desa Sabatai\nBaru karena memperoleh suara terbanyak di antara masing-masing kandidat. ia\nbersyukur usahanya membuahkan hasil. setelah dilantik sebagai ketua BPD, ia semakin\naktif mengawasi dan mendorong program kerja pemerintah desa yang sensitif gender.\nsaat ini ia mengawal dana desa agar dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan,\nsalah satunya melalui Serikat Pekka. <\/p>\n\n\n\n

Ia\nmeyakini apa yang telah diraihnya saat ini, merupakan bagian dari usahanya yang\nsudah dirintis sejak dirinya aktif di Pekka, membangun kepercayaan diri,\nmendampingi kelompok dan melayani masyarakat. Kini saatnya ia membuktikan diri\nkepada dunia tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Ketua BPD di Desa Sabatai Baru, Maluku Utara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"menjadi-ketua-bpd-di-desa-sabatai-baru-maluku-utara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 03:50:36","post_modified_gmt":"2020-09-10 03:50:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"http:\/\/jwp.pekka.or.id\/home\/?p=114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":8},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_25"};

Page 8 of 8 1 7 8
Page 8 of 8 1 7 8