Nama saya Asia (39), warga Desa Taman Kab. Sampang, bertugas sebagai Enumerator PEKKA-Pemantauan Bansos Tanggap Darurat Covid-19. Pada 20 Mei 2020 pukul 8.00 saya mulai bersiap-siap untuk menyusuri kampung Dusun Taman Desa Taman Kec. Jerengik. Desa saya terpilih manjadi sampel pemantauan bansos tersebut. Pendataan hanya dilakukan di satu dusun dengan Jumlah Kurang lebih 150 Kepala Keluarga.
Berbagai macam Kasus yang saya temui namun ada satu kasus yang cukup membuat saya prihatin dan ingin menangis. Saya menemui satu rumah sederhana yang cukup memprihatinkan, tinggal seorang nenek, umurnya saat ini 61 tahun, yang biasa dipanggil Nenek Mideh.
Perempuan tua ini hidup sendiri dan tinggal terpisah dari anaknya yang sudah menikah, karena status anaknya yang sudah berkeluarga mau tidak mau mau dia harus tinggal sendiri, dengan berstatuskan janda meninggal. Ibu Mideh hidup sendiri dan tidak bekerja sama sekali karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan.
Nenek Mideh sering sakit -sakitan dan sudah sakit selama 5 tahun (lumpuh) hanya bisa bangun ketika ada yang menuntun, selama ini untuk makan sehari – hari ditanggung anaknya, hidup sendiri cukup memprihatinkan walaupun ada anak namun malam tidak tinggal bersama anak, hanya saat siang anak Nenek Mideh datang hanya untuk membawakan makanan dan menggantikan air untuk kencing yang hanya memakai Mak di dalam kamarnya.
Nenek Mideh dengan usianya yang cukup tua yang tidak memungkinkan dirinya untuk bekerja, dengan kondisi kehidupan seadanya yang cukup memprihatinkan dan selama ini tidak bisa mengakses bantuan Sosial apapun dari Desa, setelah PEKKA melakukan pendataan dan datang berkunjung ke rumah Nenek Mideh, pada saat itu bertepatan anaknya lagi berkunjung menjenguk sang ibu, karena kondisi Nenek Mideh yang tidak memungkinkan untuk kami wawancara, maka yang menjadi narasumber saat itu adalah anaknya.
Anak Nenek Mideh seorang buruh tani, hanya memiliki penghasilan tidak seberapa jika ada yang memanggil untuk bekerja baru dia bekerja jika tidak ada dia hanya diam di rumah, karena tenaga buruh tani akan terpakai ketika sawah sudah mulai tergarap dan masa tanam dan panen tiba. Dari beberapa pertanyaan yang kami tanyakan hati miris mendengar cerita perempuan yang sudah tua renta dengan kondisi yang sangat memprihatinkan tidak bisa tersentuh oleh bantuan apapun.
Seusai mendata, saya datang ke rumah Bapak Klebun untuk melaporkan terkait kasus yang saya temui saat pendataan namun saya hanya bertemu dengan Istrinya. Kedatangan saya menceritakan kasus yang saya temui di lapang, dan dengan harapan penuh walaupun tidak bisa bertemu secara langsung dengan Kepala Desa, saya berharap keluhan yang saya sampaikan terkait Nenek Mideh bisa disampaikan oleh istrinya kepada Kepala Desa.
Selang beberapa jam kemudian Kepala Desa menghubungi saya via telepon dan berkata kalau sekarang riskan membahas terkait Bansos karena banyak masyarakat yang ingin pisah KK hanya untuk pendapatkan Bansos / BLT-DD. Saya sempat berdebat panjang dengan Pak Klebun agar bagaimana kebijakan yang ada di desa bisa menyentuh Nenek Mideh yang terkulai lemah yang tidak bisa apa – apa untuk berobat ke rumah sakitpun susah karena tidak ada biaya dan anak pun hanya bisa menanggung untuk makan saja. Dengan berbagai macam penjelasan dan pembuktian yang saya sampaikan kepada Bapak Klebun dimana keadaan Nenek Mideh yang sekarang memang sangat pantas mendapatkan bantuan.
Tapi saat itu Kepala Desa tetap belum mengiyakan hanya mengatakan kita lihat dulu dan akan kita pikirkan. Saya sudah berusaha walaupun Kepala Desa belum memberi lampu hijau dalam arti belum menyetujui usulan yang saya ajunkan atas nama Nenek Mideh untuk bisa mengakses bantuan sosial.
Dengan rasa yang bercampur aduk saya pamit dan tutup telpon, perasaan sedih yang saya rasakan dengan memikirkan kondisi Nenek Mideh membuat saya tidak diam dan malam – malam datang ke rumah Apel (kepala dusun), Bapak Mina. Saya menceritakan semua masalah yang saya alami hari ini terkait masyarakatnya, saya meminta Bapak Apel agar membantu saya untuk berbicara dengan Kepala Desa dan meyakinkan beliau agar Nenek Mideh dapat mengakses Bansos apapun itu walaupun hanya sembako.
Pak Apel hanya terdiam dan berkata keputusan dan kebijakan ada di tangan Kepala Desa, tapi saya akan berusaha berbicara dengan kepala Desa. Tidak lama sayapun pamit.
Dengan penuh harap dan berdoa agar kebijakan dari Desa keluar buat Nenek Mideh, dan besoknya saat saya akan berangkat melakukan pendataan, saya mendapat telpon dari Bapak Apel bahwa Nenek Mideh akan mendapatkan bantuan BLT-DD senilai Rp.600.000 dan akan diberikan bulan ini dan selain BLT-DD Nenek mideh Juga berhak mendapatkan Rastra untuk ke depannya namun akan bisa diakses insya Allah bulan depan, ungkap Bapak Apel yang menelpon saya. Bapak Apel juga sempat bercerita kebijakan yang dikeluarkan Kepala Desa ini semua karena bukti yang valid yang ditunjukkan teman-teman Pekka yang memang saat ini langsung turun ke lapang dan melihat kondisi masyarakat yang memang benar – benar berhak mengakses kebijakan yang ada di desa, ungkap Kepala Desa yang disampaikan melalui Bapak Apel tersebut. (Asia)