Pagi itu waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB (17/06/20), Sepagi itu saya sudah siap dan rapi karena akan menemui pejabat pemerintahan desa. Sebagai enumeator sudah menjadi tanggung jawab saya untuk melakukan wawancara dengan desa yang sudah ditentukan untuk diwawancara. Untuk memantau bantuan sosial yang ada di desa, Serikat Pekka Kab. Pandeglang melakukan pemantauan agar bisa mengetahui apakah BLT-DD yang ada di desa tersebut sudah tepat sasaran.
Kegiatan tersebut dilakukan selama 2 hari di 2 Desa yaitu 17-18 Juni 2020 di Desa Ciburial, Kecamatan Cimanggu dan di Desa Karyabuana kecamatan Cigeulis Kab. Pandeglang, Banten.
Saya (Iis) mewawancarai aparat desa ditemani Siti Rohmah (enumerator), kegiatan ini diawali dengan berkunjung terlebih dulu ke masing-masing desa untuk membuat janji kapan bisa dilakukan wawancara.
Sebenarnya bukan hal yang mudah bagi kader Pekka untuk melakukan wawancara di desanya sendiri terutama saya, karena selama ini Pekka sendiri tidak pernah terlibat dengan kegiatan yang ada di desa , Sehari setelah melakukan pelatihan secara online dengan menggunakan aplikasi zoom yang diselenggarakan oleh Yayasan PEKKA, kami langsung mengunjungi 2 desa sekaligus untuk melakukan wawancara namun yang bisa kami wawancara baru satu desa yaitu desa Karyabuana kecamatan Cigeulis , bertempat di kantor desanya.
Di kantor Desa Ciburial, saya hanya bisa bertemu dengan staf desa dan mereka menyarankan untuk menunggu kepala desa, namun sekitar 1 jam lebih menunggu tak kunjung datang, akhirnya diputuskan untuk membuat janji dan saya juga meminta nomor kontak salah satu aparat desa yang bisa dihubungi , setelah berpamitan, saya melanjutkan perjalanan untuk menemani Siti Rohmah wawancara di desanya .
Setibanya di kantor Desa Karyabuana , saya bertemu dengan beberapa aparat desa yang ada di dalam ruangan yang sedang melakukan pekerjaannya masing masing, saat itu saya langsung menemui sekretaris desa karena kebetulan kepala desa saat itu sedang ada kegiatan di luar. Dengan tidak membuang-buang waktu saya langsung menyampaikan maksud dan tujuan berkunjung, dikarenakan bapak sekdesnya sibuk, saya pun mewawancarai staf desanya yang kebetulan sebagai panitia pembagian BLT-DD
Aparat desa yang bisa saya wawancara adalah bapak Ade , menurutnya di desa Karyabuana jumlah keluarga yg miskin berjumlah 775 KK apalagi pada saat pandemi, masyarakat miskin menjadi bertambah karena banyak warga yang kehilangan pekerjaan, selama pandemi ini banyak sekali dampak yang dirasakan oleh masyarakat bukan hanya ekonomi tapi kesehatan juga terkena dampak, karena untuk berobat saja setiap puskesmas dibatasi pelayanannya.
Sebagai aparat desa, ia berharap pandemi ini cepat berlalu, dengan adanya pandemi banyak kekacauan yang terjadi, apalagi dengan bantuan yang diberikan dari Kemensos , data yang keluar itu banyak sekali kesalahan, ada yang keluarganya sudah meninggal ada yang datanya double bahkan orang yang kaya pun mendapatkan bantuan, dan imbasnya itu aparat desa yang mendata merasa percuma dan masyarakat banyak melakukan protes .
Dana desa yg dialokasikan sebanyak 30% untuk BLT tidak mencukupi , sehingga dalam Musdes diputuskan untuk mengurangi jumlah keluarga yang mendapatkan BLT-DD.
Pada keesokan harinya saya kembali berkunjung ke kantor desa Ciburial, saat itu suasana kantornya sedikit ramai karena ada rapat, namun acaranya belum dimulai, akhirnya saya meminta waktu untuk berbincang menyampaikan tujuan berkunjung ke kantor desa, namun dikarenakan kepala desa sedang sibuk, wawancara dilakukan dengan Kaur desa bernama Jana atas izin dari kepala Desa, ia juga terlibat sebagai relawan Covid-19.
”Desa Ciburial memiliki 2200 lebih Kepala keluarga, dan yg tersentuh oleh dana desa, dana provinsi, PKH, BPNT, BANPROV, adalah 1400 kepala keluarga, hampir semua kk yg tebilang miskin sudah mendapatkan bantuan,” tutur Jana di akhir wawancara .
Covid-19 merupakan pandemi yang membuat resah banyak orang, banyak bantuan dari pemerintah terkait Covid-19, yang diawali dari bantuan BLT Kemensos, Daerah ,DD dan Banprov .yg banyak menjadi pebincangan di masyarakat luas adalah bantuan Covid-19 ini merata tanpa pandang bulu, padahal ada berbagai kriteria yang ditentukan, misalnya mereka yang sudah mendapat bantuan sosial berupa PKH, BPNT atau lainnya itu tidak boleh menerima bantuan Covid-19 ini.
Menurut Jana data dari Kemensos yang paling membuat kami merasa dilema, karena data pada saat H-10 data nama yang akan menerima bansos sudah turun, namun pada H-1 data turun lagi dan banyak pengurangan sementara pada H-10 desa sudah mengumumkan nama-nama yang dikirim dari Kemensos, akibatnya tidak sedikit masyarakat yang melakukan protes , dan menyalahkan aparat desa hususnya para RT, yang menjadi sasaran karena kebanyakan masyarakat menerima infonya dari RT. (Iis)