Nama saya Yusmaniar Hastuti, orang-orang biasa memanggil saya dengan sebutan Silin. Saya lahir di Desa Binjai Baru pada 23 April 1970 dan besar di Desa Pahang, Kayu Ara, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Pendidikan terakhir saya SMA. Selesai tamat SMA, saya tinggal di tempat saudara yang berada di Belawan dan juga Tanjung Morawa yang terletak tidak jauh dari Kota Medan untuk mencari pekerjaan. Sampai akhirnya saya dapat pekerjaan di Kantor CK PTP IX Pagar Marbau Lubuk Pakam.
Pada tahun 1994 ketika saya berusia 24 tahun, saya memutuskan menikah dengan suami saya. Suami saya bekerja di sebuah travel di Kota Medan. Pada saat itu, kami mengontrak rumah yang lokasinya dekat dengan tempat saya bekerja. Setahun setelah menikah, lahirlah anak pertama kami seorang laki laki. Namun sedihnya, setelah kami memiliki seorang putra, kebun tempat saya bekerja mengalami kemerosotan, jadi banyak karyawan dirumahkan, termasuk saya.
Mulai saat itu, saya hanya berharap pada penghasilan suami saja. Saya bersyukur karena suami masih bekerja. Saat anak saya berumur 3 tahun, travel tempat suami bekerja juga mengalami kemunduran dan suami pun berhenti bekerja. Dengan sangat terpaksa, kami pulang ke kampung halaman. Inilah awal kami tinggal di kampung lagi.
Ketika saya dan suami tinggal di kampung, kami tinggal di rumah orang tua saya dan terkadang juga tinggal di rumah orang tua suami. Tidak berapa lama kami berada di kampung, suami pun akhirnya mendapat pekerjaan baru sebagai supir taksi rental. Ketika anak saya berumur 5 tahun, kami pun akhirnya bisa membangun rumah sederhana di dekat rumah mertua saya yang sampai saat ini masih kami tempati. Setelah memiliki rumah sendiri, saya mulai mencoba meniti usaha dagang pakaian yang dapat dibayar secara kredit/angsuran untuk membantu perekonomian keluarga. Tujuh tahun berlalu, anak pertama saya sudah masuk SD. Di saat yang bersamaan, lahirlah anak kedua saya yang juga seorang laki laki.
Mulai saat itu, saya mencoba untuk masuk dan aktif di kegiatan desa, serta mengikuti berbagai macam kegiatan seperti perwiritan dan PKK Desa. Saya sangat bersyukur karena suami saya diangkat menjadi ketua LPM di desa. Seiring berjalannya waktu, saya mengalami sedikit permasalahan dalam rumah tangga. Saya sadar jika memang tidak selamanya kehidupan saya akan selalu tenteram dan akur.
Suami saya yang berprofesi sebagai supir taksi rental terkadang pulang sampai larut malam, ada kalanya juga sampai pagi dini hari. Banyak cobaan yang saya hadapi saat itu, apalagi saya tinggal di lingkungan keluarga suami yang terkadang juga mengalami perselisihan. Pertengkaran pun kerap terjadi, sampai-sampai hampir membuat kami berpisah. Saya berpikir, mungkin saat itu saya belum dewasa dalam bertindak, emosi saya masih labil, tapi akhirnya tetap bertahan juga sampai saat ini. Di umur saya yang ke 35 tahun, lahirlah anak ketiga saya yang ternyata seorang perempuan. Rasa bahagia pun menyelimuti saya pada saat kelahiran putri kami, lengkap rasanya keluarga saya yang sekarang.
Di tahun 2015, saya diperkenalkan dengan sebuah organisasi bernama Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) oleh ibu-ibu yang datang dari Kabupaten Asahan. Dengan mencoba untuk memahami tujuan Pekka yang disampaikan oleh Ibu Mahyar saat itu, akhirnya terbentuklah 5 kelompok Pekka di desa saya pada tahun 2015. Saya pun mendapat amanah menjadi ketua di salah satu kelompok tersebut. Di tahun 2016, saya bertemu dengan adik kami yang bernama Aisyah yang pada saat itu mencari calon Pekka Perintis. Namun, dari beberapa orang yang dicalonkan, saya belum diberi kesempatan untuk terpilih menjadi Pekka Perintis. Sempat berhenti sejenak kegiatan kami di Pekka, hingga akhirnya pada tahun 2018, kegiatan Pekka pun diaktifkan kembali.
Pada tahun 2018, di saat anak sulung saya sedang sakit, saya terpilih menjadi salah satu peserta yang berangkat ke Bogor menggantikan rekan saya dalam acara pelatihan mentor paralegal Pekka. Dengan berat hati, saya tinggalkan anak saya yang sedang sakit demi keberlanjutan karir saya di Pekka. Saya sangat bersyukur karena saat itu saya diberi kekuatan oleh keluarga, sehingga akhirnya saya tetap berangkat untuk mengikuti pelatihan, karena menurut saya dan keluarga, kesempatan ini belum tentu saya dapatkan lagi nantinya, walaupun dengan sangat susah saya melangkahkan kaki menuju ke sana.
Kini saya telah membuka kelas paralegal bersama dua mentor lainnya di Desa Guntung setiap hari Kamis. Kemudian kami juga banyak melakukan kegiatan-kegiatan positif melalui perkumpulan kelompok Pekka, seperti mengadakan kegiatan Jumat berbagi dengan memberikan makanan pada anak yatim-piatu, orang tua, atau orang sakit setiap Jumat, melakukan kegiatan perwiritan Pekka, menangani permasalahan perempuan di desa, serta sosialisasi Pekka ke kecamatan hingga ke kabupaten untuk mendapatkan akses keadilan dan lain sebagainya.
Saya sangat berterima kasih dengan adanya Pekka di desa kami, karena selama menjadi anggota Pekka, sangat banyak ilmu yang saya dapatkan, baik melalui penyuluhan langsung maupun melalui pelatihan daring yang sering saya ikuti. Dari segi sosial, saya dapat merasakan bagaimana sekarang ibu-ibu Pekka di Desa Guntung mulai dikenal dan lebih dihargai, serta mulai dilibatkan dalam kegiatan di desa. Saya berharap, Pekka Batu Bara ke depannya bisa berkarya dengan lebih baik lagi, dan semoga saya sebagai koordinator wilayah di desa ini dapat mengangkat nama baik Pekka, khususnya di Desa Guntung ini.
Penulis : Yusmaniar Hastuti
Editor : Nur Aisyah