Pengalaman Pemantauan Pencegahan Perkawinan Anak dan Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak Pascaperceraian

Pengalaman Pemantauan Pencegahan Perkawinan Anak dan Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak Pascaperceraian

Selama pendataan saya akhirnya tahu betapa mulianya para perempuan yang cerai dalam menghidupi anak-anaknya dan juga cerita dari anaknya yang melihat ibunya yang bersusah payah mendidik, menyekolahkan, mencari biaya untuk pendidikannya. Anaknya berharap bisa membahagiakan ibunya dikala besar nanti. Dan selalu berdoa untuk kebagaiaan ibu dan adik adiknya.

Berawal dari keikutsertaan saya dalam kegiatan zoom meeting Pelatihan Peningkatan Paralegal Komunitas Pekka dalam Pemantauan Pencegahan Perkawinan Anak dan Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak Pascaperceraian yang dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 29 Desember 2020 jam 08.30 wib s/d 15.30 WIB.

Kami bertiga mentor Pendidikan Paralegal dari Serikat Pekka kota Pekalongan diberi tugas sebagai enumenator di wilayah kelurahan masing-masing. Kebetulan saya Mustafidah dari kelurahan Setono maka saya harus mendata di wilayah Setono, yang terdiri dari dusun Setono, dusun Dekoro, dusun Srontaan, dusun Karang Sari dan dusun Karang Malang.

Tugas saya kali ini untuk melakukan Pendataan pada 10 orang narasumber Isu Dispensasi atau Perkawinan anak dan 6 orang Narasumber mantan Istri Pascaperceraian.

Pada hari Sabtu saya mulai mempersiapkan bahan bahan untuk wawancara. Diantaranya ngeprint file dan sekalian fotocopy .saya mengirim nya lewat WA pada petugas fotocopy, hari itu juga petugas fotocopy menghubungi saya, bahwa file yang saya kirim sudah diprint akan tetapi mohon ma’af bahwa sekeluarga mendadak keluar kota selama 3 hari. Ahirnya saya pun nunggu sampai hari Senin.

Keesokan harinya saya pergi ke Kantor Kelurahan untuk menemui Bapak Kepala Kelurahan Setono Pekalongan Utara. Alhamdulillah bisa ketemu dan saya sampaikan tujuan kehadiran saya. Ternyata Pak Lurah belum mempunyai Lampiran Salinan Undang Undang RI nomor 16 Tahun 2019 dan juga Lampiran Salinan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019.

Kebetulan sekali saya bawa Salinan tersebut, Ahirnya Pihak kelurahan memotocopy. Sepulang dari kantor saya melanjutkan pendataan tetapi semua narasumber yang saya datangi tidak ketemu karena sedang keluar terlihat pintu gerbangnya terkunci. Cuaca yang hujan membuat saya memutuskan jalan kaki untuk menemui narasumber yang lain. Akan tetapi narasumber tidak bisa dilakukan wawancara langsung karena ada keperluan keluarga yang tidak bisa ditunda katanya. Saya pun pulang.

Saya sadar bahwa pendataan itu tidak bisa sekali jadi pasti memerlukan kesabaran dan memerlukan waktu yang panjang selalu pantang menyerah dan pasti berkali-kali door to door. Memasuki hari ketiga saya melanjutkan pendataan ke rumah RW Bp. Dzikron. Dalam cuaca yang hujan lebat, memang lebih enak untuk jalan kaki. Sesampainya disana, Pak RW yang profesinya sebagai guru ternyata sudah berangkat lebih awal dari biasanya.

Kemudian saya pun pindah ke tempat lain yaitu ke rumah narasumber lain yaitu Guru Agama SMP Negeri, dan Alhamdulillah saya bisa bertemu beliau. Hujan belum juga reda tetapi saya terus jalan menuju ke kelurahan karena ada yang belum terselesaikan. Dari kelurahan saya menuju rumahnya Tokoh Agama yaitu Bp Drs. Ghozali, diterima dengan baik.

Pendataan berikutnya sejak pagi hari hujan lebat saya memilih di rumah demi menjaga kesehatan mengingat tenaganya masih dibutuhkan karena pendataan belum usai. Hujan pun mulai reda menjadi gerimis rintik-rintik waktu pun berganti siang.

Saya melanjutkan pendataan ke tokoh masyarakat. Lagi-lagi tidak bisa karena masih ada keperluan lain. Saya diberi waktu besoknya lagi. Kemudian saya mendatangi Tokoh masyarakat lainnya. Dalam hati saya bicara sendiri, seandainya narasumber yang saya temui bisa langsung wawancara akan lebih cepat selesai pendataannya, namun yang saya alami kenyataan beda, memang harus bolak-balik kunjungan.

Dalam hati, saya terus menguatkan semangat saya bahwa enumenator harus sabar dan lapang dada, positive thinking. Selanjutnya di bagian harus mewawancarai mantan istri pasca perceraian. Berhubung yang didata adalah mantan istri pasca perceraian. Narasumber ada yang bersedia diwawancarai ada juga yang tidak mau diwawancarai . Ada juga yang tidak mau diwawancarai karena dilarang ibunya dan akta cerainya diminta ibunya. Tetapi setelah saya jelaskan diapun mau diwawancarai.

Karena ada sebagian masyarakat menilai cerai itu aib, makanya tidak mau orang lain tahu, tetapi di sisi lain mantan istri itu pingin berbagi cerita pahit yang dideritanya yang selama ini terpendam. Dengan kehadiran saya akhirnya bisa mengurangi beban itu dan malah banyak yang berterima kasih. Hal itu membuat saya terharu.

Sepulang mendata, sebelum beranjak tidur, kadang sayapun terharu dan menangis ketika narasumber yang saya data ada anak remajanya yang mendampingi ibunya .dan bercerita selama ditinggal bapaknya yang harus bekerja untuk menghidupi keluarganya.

Terimakasih Pekka yang sudah memberi kesempatan saya untuk kegiatan melakukan Survey Pendataan menjadi enumenator ini sehingga saya bisa belajar banyak dari pengalaman baik tokoh masyarakat maupun perempuan pasca perceraian. Dan saya merasa tambah pengetahuan.

(Mustafidah, Kader Pekka Kota Pekalongan)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *