Kulangkahkan kakiku menuju kantor Desa Samili hari itu, aku diberitahu oleh Sekretaris desa bahwa akan ada dua orang yang ingin bertemu dengan kader desa. Sementara aku bukan kader desa. Aku hanya ibu rumah tangga yang baru 4 bulan pindah dari kota Mataram.
1 bulan lalu aku sengaja menemui Sekretaris Desa Wawan sapaan akrabnya. Aku mengutarakan secara langsung keprihatinanku terhadap perempuan- perempuan di dusun tempat aku tinggal.
Bagaimana aku tidak prihatin dengan keadaan mereka. Pada saat itu musim istirahat kerja di sawah, penghasilan otomatis tidak ada. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berhutang di pemilik modal. Setiap hari mereka membayar dalam waktu dan nominal yang telah ditentukan. Ada yang bayar 3.000 bahkan 10.000 perhari. Mungkin sebagian orang, uang sebesar itu tidak seberapa. Tapi tidak dengam mereka yang hidup dengan mengandalkan tenaga buruh tani.
Suatu hari aku berada ditengah- tengah mereka. Tiba- tiba salah satu dari kami bersembunyi dibalik pintu. Keesok harinya aku penasaran, aku berbaur duduk dengan mereka. Kali ini bukan satu orang yang bersembunyi tetapi 3 orang.
Aku dibuat penasaran. Dihari ketiga aku berkumpul lagi. Kali ini aku sudah siap dengan pertanyaan. Beberapa menit kemudian satu orang diantara kami pergi kebelakang dan berpesan “aina nggoa wara nahu” (jangan kasih tahu ada saya).
Lama dia bersembunyi. Tiba-tiba datang perempuan muda bersamaan dengan pemuda yang mengendarai motor. Serentak mereka menanyakan si A dan si B, aku mulai paham ternyata masalah utang.
Inilah dasar mengapa aku sengaja menemui Sekdes Samili untuk membicarakan masalah perempuan di dusunku.
Aku berharap desa memberikan pelatihan keterampilan untuk mereka. Baik menjahit maupun membuat jajan. Sedikit masukan tentang koperasi dan kegiatan perempuan. Aku bukan orang yang tahu tentang dana desa.
Bak gayung bersambut. 1 bulan kemudian Sekdes menelponku, “Ada tamu dari propinsi ingin menemui perempuan seperti kakak, program yang mereka bawa sesuai dengan program kakak” tutur Wawan lewat ponselnya.
Senin 9 Juli 2019 kami dipertemukan dengan dua orang Faslap Pekka NTB. Reni Alauthi dan Rosita. Perkenalan singkat pun terjadi. Dilanjutkan penjelasan maksud dan tujuan dari Pekka (pemberdayaan perempuan kepala keluarga).
Sungguh ini program tepat bagiku untuk membangun perempuan Dusun Kalate. Saat itu yang kupikirkan hanya ibu-ibu di dusun ku.
Semangatku berkobar. Sorenya aku mengumpulkan teman teman dengan kriteria yang tersebut. Ibu-ibu bersuami pun ikut kumpul. Akhirnya Bu Reni ingin yang benar- benar status Pekka.
Keesok harinya 33 orang perempuan Pekka mengikrarkan diri untuk membentuk satu kelompok Pekka yang diberi nama Siwe Tangguh. Kelompok Pekka pertama yang berada di Dusun Kalate Desa Samili Kecamatan Woha.
Simpan pinjam adalah pilihan pertama untuk mengawali kegiatan kami. Setiap tanggal 15 dan 30 pertemuan rutin.
Anggota mulai meminjam walaupun masih skala kecil tapi paling tidak mereka merasakan manfaat kegiatan koperasi simpan pinjam.
“Alhamdulillah pinjaman ini bisa beli sepatu sekolah Muhammad ” ungkap Nurmi anggota koperasi Siwe Tangguh.
Perlahan-lahan kelompok kami mulai dilirik oleh beberapa dinas. Ini berawal dari kegiatan cinta lingkungan. Kami mulai menggumpulkan barang- barang bekas (kardus, gelas dan botol plastik).
Tidak saja ibu pekka yang terlibat tetapi maayarakat dan anak-anakpun ikut terlibat dalam kegiatan ini. Kami sebagai penadah pertama selanjutnya kami jual ke penggepul.
Kegiatan ini tidaklah mulus. Barang kami ditimbang dengan timbangan yang tidak wajar. Kami mengalami kerugian. Tapi kami tidak putus asa. Kami tetap melaksanakan kegiatan itu.
Kali ini barang kami dibawa sama orang suruhan pengepul tapi uangnya belum diserahkan. Lagi- lagi kami rugi. Akhirnya modalpun berkurang dan kami fakum/ berhenti sementara.
Kegiatan selanjutnya yaitu kami bersama anak-anak dari tingkat SD sampai SMU mengajak bekerjasama Pekka untuk penanaman seledri. Kami memanfaatkan lahan kosong. 100 poly bek tanaman seledi tumbuh subur. Hampir dua bulan kelompok remaja bergantian memilihara dan menjaganya.
Suatu hari dua ekor ayam telah memakan habis tanaman seledri kami. Kami sangat sedih. Tapi apa mau dikata. Kami gagal karena pagar tanaman kami sangat rendah sehingga ayam bisa masuk.
Harapan kami. Bila nanti ada modal akan kami pakai untuk membeli pelindung tanaman berupa jaring jaring. Baru kami akan memulai penanaman seledri kembali.
Bergabung dengan Pekka membuat kami semangat, karena apapun kegiatan yang kami lakukan menjadi perhatian tersendiri dari pemerintah.
Dinas Lingkungan Hidup memberikan bantuan berupa satu mesin pengolahan pupuk organik, satu timbangan duduk dan dua timbangan gantung. Rencananya akan memberikan kami mesin penggiling plastik. Dan akan membangun sebuah bangunan berukuran 4Ă—6 beserta kelengkapan alat untuk kegiatan Bank Sampah.
Kami belum punya lahan. Dinas Lingkungan Hidup propinsi turun sendiri melihat tempat kegiatan bank sampah kami.
Selanjutnya dari Dinas Pertanian memberikan bantuan berupa pemboran air dan mesin air rencananya bulan 4 tahun 2020. Dari Dinas Perikanan menunggu pengajuan proposal dari kelompok kami untuk pelatihan pengolahan presto dan memberikan alat.
Begitu juga dari Dinas Peternakan kami disarankan untuk pengajuan proposal pengadaan bibit ayam bertelur. Sementara dari Dinas Sosial kami disarankan mengajukan proposal pengadaan alat kerja untuk 10 orang perempuan rawan sosial.
Kendala yang dihadapi oleh Pekka saat ini adalah harus ada SK pendirian dan struktur organisasi. Jadi kami harus segera membuatnya.
Kontributor: Rahmawati AB